FLORES TIMUR, KOMPAS.com - Maria Florida Nian (29) dan putranya, Gabriel Sua Keda (4), terbaring lemah di dalam kamp pengungsian Desa Konga, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/1/2024) pagi.
Raut wajah keduanya terlihat murung. Sesekali Maria mengelus kepala putranya itu dengan lembut. Dia ingin memastikan kondisi Gabriel sudah mulai membaik.
Namun bocah berusia empat tahun itu hanya mengangguk diam. Sorotan bola matanya mengarah teman-temannya yang tengah bermain di halaman tenda pengungsian.
"Kami dua kena pilek dan batuk sejak kemarin. Dia (Gabriel) pilek keras. Makan dan minum kadang tidak mau," ucap Maria saat ditemui Kompas.com, Senin (22/1/2024).
Baca juga: Gunung Lewotobi Masih Menyimpan Ancaman meski Jumlah Gempa Letusan Menurun
Maria menuturkan, saat Gunung Lewotobi Laki-laki erupsi pada pergantian tahun 2023, ia bersama keluarga dan beberapa warga lain mengungsi di kebun. Di sana mereka tinggal selama beberapa hari.
Tiga hari kemudian mereka dipindahkan ke kamp pengungsian Konga karena aktivitas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki mulai meningkat.
"Pemerintah pindahkan kami ke sini (kamp pengungsian Konga) sejak tanggal 3 Januari 2024," ucapnya.
Selama menetap di kamp pengungsian, Maria tidak betah. Ia selalu memikirkan kondisi kesehatan Gabriel.
Pikiran Maria kian kacau ketika hujan lebat terus melanda wilayah itu selama beberapa hari terakhir.
Apalagi kondisi tempat pengungsian yang darurat kerap membuat mereka tidur tak nyaman.
"Hari Minggu itu kami dua mulai sakit. Pilek dan batuk. Mungkin karena tidur hanya beralaskan perlengkapan seadanya," ucap Maria.
Maria mengatakan, keduanya sudah menyampaikan keluhan tersebut ke tenaga medis di posko kesehatan Konga.
"Kemarin sudah diperiksa dan diberi obat, hanya kondisinya belum membaik," katanya.
Hal serupa juga dialami Fitriana Wea, bocah berusia 3 tahun 10 bulan asal Dusun Padang Pasir, Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang.
Hampir sepekan Fitriana mengalami pilek dan batuk.