KOMPAS.com - Provinsi Jawa Tengah, yang merupakan lumbung suara terbesar ketiga di Indonesia, dinilai tengah menjadi ajang perebutan pengaruh antara dua kubu dalam Pemilihan Presiden 2024, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang disokong oleh Presiden Joko Widodo.
Sejumlah pengamat politik mengatakan hal itu setidaknya terlihat dari intensnya kampanye politik Ganjar di Jawa Tengah selama dua pekan terakhir.
Di sisi lain, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke provinsi ini dalam beberapa hari terakhir, di antaranya untuk peresmian jembatan hingga pembagian bantuan langsung tunai (BLT).
Baca juga: PDI-P Optimistis Menangkan Ganjar, Hendi: Survei Cukup Dilihat, Jateng Tetap Kandang Banteng
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai apa yang dilakukan Jokowi adalah bentuk "cawe-cawe" untuk "memastikan suara Jawa Tengah ada di tangan kubu anaknya".
"Itu manuver politik untuk memenangkan anaknya [Gibran Rakabuming Raka]. Kandang banteng yang solid ini akhirnya terbelah karena PDIP mengambil ceruk yang sama," kata Firman kepada BBC News Indonesia, Kamis (4/1/2024).
Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini, juga berpendapat bahwa apa yang ditampilkan oleh Ganjar dan Jokowi di Jawa Tengah menunjukkan "perebutan pengaruh".
Dia memprediksi pasangan calon nomor urut dua dan tiga "akan berbagi suara hampir rata" di provinsi dengan jumlah pemilih sebanyak 28,2 juta tersebut.
Baca juga: Lama Kampanye di Jateng, Ganjar Akui Ingin Jaga Kandang Banteng
Sementara paslon nomor satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar "akan sulit" memenangkan suara di Jawa Tengah.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana membantah ada tujuan politis di balik kegiatan Jokowi karena "rencana kunjungan kerja presiden telah disiapkan jauh-jauh hari".
Tudingan bahwa Jokowi "membuntuti" kampanye Ganjar tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, namun juga di beberapa daerah lain seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat pada awal akhir November hingga awal Desember lalu.
Akan tetapi, yang terjadi di Jawa Tengah dinilai cukup krusial karena merupakan salah satu kantong suara terbesar dan "wilayah yang sangat diandalkan" PDIP.
Secara historis, Jawa Tengah telah menjadi basis massa ideologis yang sangat diandalkan oleh PDIP dari masa ke masa, kecuali ketika Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pilpres pada 2009.
Baca juga: TKD Prabowo-Gibran Bali Targetkan 50 Persen Suara di Kandang Banteng dengan Gandeng Kiai Muda
Sejumlah survei, antara lain yang dilakukan oleh Litbang Kompas dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) masih menunjukkan bahwa Ganjar-Mahfud masih mendominasi di Jawa Tengah. Namun, elektabilitas Ganjar-Mahfud telah tergerus dibandingkan survei sebelumnya.
Selama dua pekan terakhir, Ganjar berkampanye "secara intensif" di Jawa Tengah. Itu karena "ada paslon lain yang mengincar wilayah ini".
"Ya kita harus menjaga rumah kita sendiri, karena kita melihat ada paslon lain yang akan konsentrasi juga di area Jawa Tengah, selain Jawa Timur dan Jawa Barat," kata Ganjar dalam keterangan tertulis yang diterima oleh BBC News Indonesia.
Akan tetapi, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo, FX Hadi Rudyatmo meyakini bahwa PDIP akan tetap menguasai perolehan suara di Jawa Tengah.
Baca juga: Timnas Anies-Muhaimin Targetkan 51 Persen Suara di Kandang Banteng, Ini Strateginya
"Kader PDIP di Jawa Tengah ini kader yang militan, sehingga apa yang telah dilakukan oleh siapa pun, kita juga sudah melakukan konsolidasi, turun ke masyarakat, door to door untuk menyampaikan visi-misi Pak Ganjar dan Pak Mahfud MD," papar Rudy kepada wartawan Fajar Shodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Dia juga menilai kunjungan kerja yang dilakukan Jokowi "wajar-wajar saja" karena itu "merupakan tugas beliau sebagai presiden", dan langkah itu "tidak menggembosi" suara Ganjar di Jawa Tengah.
"Rakyat kan sudah cerdas juga. Kalau rakyat Jawa Tengah pasti dukung Ganjar lah," kata dia.
Menurut pakar politik Firman Noor, langkah Jokowi yang "memperlihatkan terjadinya perebutan pengaruh di Jawa Tengah" mengindikasikan peluang tergerusnya suara PDIP dalam konteks pilpres.
Dalam konteks legislatif, Firman meyakini bahwa PDIP masih sangat mungkin mendominasi, seperti yang telah teruji dalam pemilu-pemilu sebelumnya.
Namun dalam konteks pilpres, Megawati Soekarno Putri sendiri pernah kalah di Jawa Tengah oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini memang kandang yang terbelah. Ini basis massa ideologis yang cukup teruji dari waktu ke waktu dengan pengecualian saat SBY terpilih," terang Firman.