Salin Artikel

Berebut Suara di "Kandang Banteng" Jawa Tengah

Sejumlah pengamat politik mengatakan hal itu setidaknya terlihat dari intensnya kampanye politik Ganjar di Jawa Tengah selama dua pekan terakhir.

Di sisi lain, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke provinsi ini dalam beberapa hari terakhir, di antaranya untuk peresmian jembatan hingga pembagian bantuan langsung tunai (BLT).

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai apa yang dilakukan Jokowi adalah bentuk "cawe-cawe" untuk "memastikan suara Jawa Tengah ada di tangan kubu anaknya".

"Itu manuver politik untuk memenangkan anaknya [Gibran Rakabuming Raka]. Kandang banteng yang solid ini akhirnya terbelah karena PDIP mengambil ceruk yang sama," kata Firman kepada BBC News Indonesia, Kamis (4/1/2024).

Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini, juga berpendapat bahwa apa yang ditampilkan oleh Ganjar dan Jokowi di Jawa Tengah menunjukkan "perebutan pengaruh".

Dia memprediksi pasangan calon nomor urut dua dan tiga "akan berbagi suara hampir rata" di provinsi dengan jumlah pemilih sebanyak 28,2 juta tersebut.

Sementara paslon nomor satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar "akan sulit" memenangkan suara di Jawa Tengah.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana membantah ada tujuan politis di balik kegiatan Jokowi karena "rencana kunjungan kerja presiden telah disiapkan jauh-jauh hari".

Tudingan bahwa Jokowi "membuntuti" kampanye Ganjar tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, namun juga di beberapa daerah lain seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat pada awal akhir November hingga awal Desember lalu.

Akan tetapi, yang terjadi di Jawa Tengah dinilai cukup krusial karena merupakan salah satu kantong suara terbesar dan "wilayah yang sangat diandalkan" PDIP.

Secara historis, Jawa Tengah telah menjadi basis massa ideologis yang sangat diandalkan oleh PDIP dari masa ke masa, kecuali ketika Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pilpres pada 2009.

Sejumlah survei, antara lain yang dilakukan oleh Litbang Kompas dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) masih menunjukkan bahwa Ganjar-Mahfud masih mendominasi di Jawa Tengah. Namun, elektabilitas Ganjar-Mahfud telah tergerus dibandingkan survei sebelumnya.

Selama dua pekan terakhir, Ganjar berkampanye "secara intensif" di Jawa Tengah. Itu karena "ada paslon lain yang mengincar wilayah ini".

"Ya kita harus menjaga rumah kita sendiri, karena kita melihat ada paslon lain yang akan konsentrasi juga di area Jawa Tengah, selain Jawa Timur dan Jawa Barat," kata Ganjar dalam keterangan tertulis yang diterima oleh BBC News Indonesia.

Akan tetapi, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo, FX Hadi Rudyatmo meyakini bahwa PDIP akan tetap menguasai perolehan suara di Jawa Tengah.

"Kader PDIP di Jawa Tengah ini kader yang militan, sehingga apa yang telah dilakukan oleh siapa pun, kita juga sudah melakukan konsolidasi, turun ke masyarakat, door to door untuk menyampaikan visi-misi Pak Ganjar dan Pak Mahfud MD," papar Rudy kepada wartawan Fajar Shodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Dia juga menilai kunjungan kerja yang dilakukan Jokowi "wajar-wajar saja" karena itu "merupakan tugas beliau sebagai presiden", dan langkah itu "tidak menggembosi" suara Ganjar di Jawa Tengah.

"Rakyat kan sudah cerdas juga. Kalau rakyat Jawa Tengah pasti dukung Ganjar lah," kata dia.

"Kandang yang terbelah"

Menurut pakar politik Firman Noor, langkah Jokowi yang "memperlihatkan terjadinya perebutan pengaruh di Jawa Tengah" mengindikasikan peluang tergerusnya suara PDIP dalam konteks pilpres.

Dalam konteks legislatif, Firman meyakini bahwa PDIP masih sangat mungkin mendominasi, seperti yang telah teruji dalam pemilu-pemilu sebelumnya.

Namun dalam konteks pilpres, Megawati Soekarno Putri sendiri pernah kalah di Jawa Tengah oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ini memang kandang yang terbelah. Ini basis massa ideologis yang cukup teruji dari waktu ke waktu dengan pengecualian saat SBY terpilih," terang Firman.

"Yang selama ini dilakukan bagi PDIP hanya bisa memastikan bahwa itu berjalan sebagaimana situasi selama ini. Tapi kan kemudian muncul Jokowi dengan karakternya. Dia menggunakan posisinya [sebagai presiden] untuk cawe-cawe, termasuk kampanye terselubung," sambungnya.

Jokowi, yang juga masih berstatus sebagai kader PDIP, dinilai menggunakan pendekatan dari jejaring yang masih dia miliki di wilayah itu untuk menyokong Prabowo-Gibran.

Sejumlah relawan untuk kubu Prabowo-Gibran di Solo misalnya, dulunya merupakan simpatisan PDI-P yang kini berbelok. Wartawan Fajar Shodiq telah berupaya untuk mewawancarai sejumlah relawan yang beralih dukungan ini, namun mereka menolaknya.

Sejumlah survei memang menyebutkan bahwa elektabilitas Ganjar-Mahfud masih yang tertinggi di Jawa Tengah. Tetapi, angkanya menurun jika dibandingkan survei sebelumnya.

Itu juga selaras dengan sejumlah survei yang menyebutkan bahwa elektabilitas Ganjar-Mahfud masih yang tertinggi di Jawa Tengah.

Survei Litbang Kompas yang dirilis pada Desember 2023 menunjukkan bahwa elektabilitas Ganjar-Mahfud sebesar 31,6%, Prabowo-Gibran sebesar 29,6%, dan Anies-Muhaimin 4,1%.

Namun, perolehan Ganjar Mahfud itu jauh tergerus dibandingkan survei pada Agustus 2023. Ketika itu, elektabilitas Ganjar di Jawa Tengah mencapai 62%, sedangkan Prabowo 19,6%, dan Anies-Muhaimin sebesar 1,6%.

"Ini peringatan bagi PDIP bahwa ada pergerakan di akar rumput yang menggerus dominasi itu. Belum lagi dengan kalangan yang kecewa dengan performa Ganjar sebagai gubernur dan secara kultur politik juga tidak mendukung PDIP," kata dia.

Secara nasional pun, survei Litbang Kompas menyimpulkan bahwa anjloknya elektabilitas Ganjar karena pergeseran dukungan pada pemilih PDIP dan pemilih Jokowi.

Salah satunya seperti yang diyakini Daniel Didik Budi Raharjo, 70, simpatisan PDIP yang menyatakan "tegak lurus" dengan komando partai. Dalam pilpres kali ini, Didik mengaku mendukung Ganjar-Mahfud.

"Sesuai dengan arahan ketua umum saya, kami harus tegak lurus," kata Didik.

Dalam pemilu-pemilu sebelumnya pun Didik mengatakan "selalu mengikuti arahan partai".

"[Dalam Pilpres 2019] ya sesuai arahan Bu Mega. Mereka menganjurkan Pak Jokowi, saya dukung Pak Jokowi. Mereka menganjurkan Gibran untuk jadi wali kota ya saya dukung. Sebetulnya saya tidak sesuai dengan itu karena PDIP sudah mencalonkan seseorang untuk wali kota, tapi karena itu sesuai instruksi partai tetap saya dukung. Kami tegak lurus, dengan akar rumput itu tegak lurus," papar Didik.

Menurut pakar politik Sardini, sikap ideologis seperti ini yang membuat PDIP selama beberapa kali pemilu "berada di zona nyaman".

Zona nyaman itu kemudian terganggu ketika menghadapi tantangan yang datang dari kadernya sendiri, yakni Jokowi.

Sardini mengatakan manuver politik Jokowi telah menyebabkan kalangan pemilih nasionalis kini terbagi menjadi dua sub-segmen antara yang mendukung kubu 02 dan kubu 03.

Tantangan itu kian sulit karena Jokowi memiliki "kekuatan" sebagai presiden yang dapat menggerakkan instrumen birokrasi.

"Antara paslon nomor urut dua dan tiga akan berebut pengaruh yang kira-kira akan membagi [suara] relatif hampir rata, karena bacaan saya, posisi aparat menjadi pertimbangan. Mereka menghitung bagaimana pejabat pelaksana berpengaruh, bagaimana birokrasi pada sebagian besarnya berada pada kekuatan subsegmen nasionalis yang terpecah ini," jelas Sardini.

"Massa akar rumput itu ke PDIP, tetapi kekuatan state actor seperti Plh [pejabat pelaksana], aparat keamanan yang kira-kira di sini juga punya peran untuk jadi pertimbangan PDIP," ujar dia.

Selain itu, narasi keberlanjutan yang diusung oleh Ganjar-Mahfud, yang sama seperti Prabowo-Gibran ihwal kebijakan-kebijakan di era Jokowi, dinilai tidak membantu posisi kubu 03.

"Akhirnya PDIP gamang. Di satu sisi dia punya klaim bahwa ini kandang bantengnya, tapi nyeruduknya banteng itu enggak jelas karena berbenturannya subsegmen itu," kata Sardini.

Berdasarkan laporan harian Kompas, Ganjar mengunjungi Manokwari dan Sorong, Papua Barat pada 20 November, lalu berlanjut ke Jayapura, Papua pada esok harinya untuk menghadiri deklarasi sukarelawan pendukungnya.

Sehari setelahnya, Jokowi berkunjung ke Biak Numfor, Papua untuk meresmikan kampung nelayan dan menyalurkan bantuan pangan cadangan beras pemerintah.

Pada 1-3 Desember 2023, Ganjar berkampanye di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian pada 4 Desember 2023, Jokowi juga bertolak ke NTT untuk mengecek persediaan beras dan membagikan bantuan pangan.

Belakangan, tudingan bahwa Jokowi "membuntuti" Ganjar lagi-lagi mengemuka di Jawa Tengah.

Ganjar berkampanye di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Tengah sejak 26 Desember 2023 hingga awal Januari ini.

Sementara Jokowi berada di Jawa Tengah sejak pergantian tahun. Jokowi kemudian berkunjung ke Banyumas, Surakarata, Cilacap, Purworejo, Brebes hingga Tegal selama beberapa hari terakhir.

Salah satu agendanya adalah meresmikan enam jembatan di lintas utara Jawa. Peresmian itu berlangsung di Kabupaten Brebes pada Rabu (03/01).

Masih pada hari yang sama, Jokowi menyalurkan bantuan pangan cadangan beras pemerintah di Tegal. Bahkan Jokowi juga menjanjikan akan memperpanjang bantuan ini hingga Juni 2024 apabila APBN mencukupi. Semestinya, bantuan ini hanya diberikan sampai Maret 2024.

Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim mengatakan bahwa pihaknya "tidak terlalu ambil pusing" dengan langkah Jokowi, dan mereka "lebih fokus pada kegiatan Ganjar, para relawan, dan caleg-caleg partai pendukung dalam rangka memenangkan pilpres".

"Kami tidak punya keraguan sedikit pun terkait dominasi banteng di Jawa Tengah," kata Chico.

Chico juga menyatakan bahwa TPN "mendukung pembagian bansos oleh pemerintah karena ini adalah hak rakyat.

"Kami hanya berharap tidak ada politisasi," kata dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan kunjungan yang berbarengan itu terjadi karena kader partai ini "terbiasa blusukan".

"Karena yang memang bisa blusukan adalah Pak Ganjar dan Pak Jokowi. Pak Prabowo kan tidak bisa blusukan," kata Hasto.

Pernyataan itu kemudian ditanggapi oleh Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid yang menuding Hasto "sedang panik" karena Jokowi "saat ini sudah dengan terang benderang lebih banyak berpihak akan mendukung Pak Prabowo dan Mas Gibran".

BBC News Indonesia telah menghubungi TKN Prabowo-Gibran, yang ditenggarai diuntungkan oleh langkah Jokowi ini. Namun, belum ada jawaban hingga artikel ini ditulis.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana mengatakan irisan kunjungan kerja presiden dengan lokasi kampanye capres-cawapres "tidak perlu dipersoalkan" karena masing-masing memiliki agenda dan tujuan yang berbeda.

"Rencana kunjungan kerja juga disiapkan jauh-jauh hari oleh Kementerian Sekretariat Negara, khususnya Sekretariat Presiden, karena terkait penyiapan tempat, kehadiran orang, protokoler dan juga antisipasi keamanan," tutur Ari.

Terkait bagi-bagi bantuan di momen jelang pilpres, Ari mengeklaim bahwa pembagian bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program lainnya "sudah dilakukan Jokowi sejak periode pertama pemerintahannya".

Menurutnya, penyaluran bansos tidak bisa ditunda selama pemilu karena kebutuhan masyarakat miskin yang tengah menghadapi situasi sulit akibat kenaikan harga bahan-bahan pokok.

--

Wartawan di Solo, Fajar Shodiq berkontribusi dalam laporan ini

https://regional.kompas.com/read/2024/01/06/152500978/berebut-suara-di-kandang-banteng-jawa-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke