Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangan di Nunukan Mengkhawatirkan, Pemkab Stimulan Pupuk Gratis

Kompas.com - 04/01/2024, 15:59 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Reni Susanti

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Sektor ekonomi masyarakat di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sangat bergantung rumput laut.

Perputaran uang yang cepat, dengan hasil 10.000 ton per bulan, membuat banyak profesi beralih ke budi daya rumput laut.

Imbasnya, areal persawahan ditinggalkan, sehingga potensi kerawanan pangan, mengancam ketahanan pangan di wilayah perbatasan RI–Malaysia ini.

Baca juga: Jokowi Sebut Bila APBN Memungkinkan, April-Juni Bantuan Pangan Diteruskan

"Kita sadar jika fenomena ini dibiarkan, maka untuk menuju swasembada beras semakin jauh. Kita terus meramu strategi untuk stimulan petani agar tak meninggalkan sawahnya," ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Muhtar, Kamis (4/1/2023).

Salah satu strategi yang dilakukan DKPP Nunukan adalah mendatangkan bantuan pupuk NPK gratis, alokasi dari Kementerian Pertanian.

Ada 11 kontainer pupuk NPK seberat 250 ton, yang mulai didistribusikan kepada para petani Nunukan agar kembali produktif menggarap sawahnya.

Baca juga: Pemkab Flores Timur Siapkan 100 Ton Beras untuk Pengungsi Lewotobi

Muhtar mengatakan, terhitung sejak 2014, potensi pertanian di Nunukan terus berkurang.

Akibatnya, ketergantungan Kabupaten Nunukan terhadap pangan dari Sulawesi, Surabaya, bahkan Tawau, Malaysia, menjadi permasalahan serius.

"Data kami, ada sekitar 5.000 hektar sawah di Kabupaten Nunukan. Tapi yang eksisting tidak sampai setengahnya. Semua beralih ke rumput laut. Memang kita tidak bisa melarang masyarakat yang ingin perputaran uang cepat. Hanya saja, kebutuhan pangan harus menjadi pemikiran serius," tegasnya.

Kendati 5.000 hektar sawah di Kabupaten Nunukan produktik, tetap belum bisa memenuhi kebutuhan beras masyarakat.

Dinas Pertanian mencatat, Nunukan hanya mampu memenuhi 56 persen kebutuhan beras.

Belum lagi ada sejumlah wilayah di Kecamatan Sebuku dan sekitarnya, yang semua lahannya dikuasai perusahaan perkebunan.

Lahan-lahan di wilayah tersebut, masuk dalam HGU perusahaan perkebunan kelapa sawit, sehingga menambah sulitnya pemenuhan kebutuhan beras di Nunukan.

"Kalau bicara swasembada beras, Nunukan masih sangat, sangat jauh. Butuh sekitar 11.000 hektar lahan sawah. Jadi masih kurang 6.000 hektar lagi baru bisa swasembada beras," tutur Muhtar.

Alih profesi petani ke pembudidaya rumput laut, lanjut Muhtar, memang simalakama.

Di satu sisi, pemerintah tidak bisa melarang masyarakat mendapat penghasilan rupiah lebih cepat. Di sisi lain, kebutuhan pangan mereka sangat bergantung pada barang-barang yang didatangkan dari luar Pulau.

"Kalau transportasi terkendala cuaca, harga kebutuhan pangan melonjak naik. Dan seandainya daerah yang diandalkan, Nunukan mengurangi produksinya. Bagaimana Nunukan bisa mendapat beras. Ini ancaman serius, sehingga Dinas Pertanian terus berusaha menstimulan petani untuk kembali aktif," tegasnya.

Beruntung, ada dua wilayah di Nunukan yang mampu eksis dalam budidaya padi. Salah satunya, surplus beras.

Yang pertama, Pulau Sebatik. Kedua dataran tinggi Krayan.

Di Pulau Sebatik, ada 690 hektar yang masih aktif dan menuai panen 2 kali setahun, dengan angka produksi 6.700 ton pertahun.

Merujuk data tersebut, pmerintah menjaga eksisting petani Pulau Sebatik, dengan terus memberi bantuan pupuk, mesin panen, dan mesin tanam.

"Jika semua sawah ditanami, Pulau Sebatik menuju swasembada beras. Kalaupun ada beli beras dari luar daerah, itu masalah selera saja," ungkap dia.

Sedangkan untuk dataran tinggi Krayan, telah lama mengalami surplus beras. Untuk diketahui, padi khas Krayan merupakan padi organik yang dikenal dengan beras Adan.

Ancaman eksistensi padi organic Krayan, terletak pada berkurangnya populasi kerbau, yang selama ini menjadi pembajak tanah dan penyubur sawah.

Tahun 2022, populasi kerbau Krayan berkurang menjadi 2.000 ekor, dari beberapa tahun sebelumnya, 10.000 ekor.

"Produksi padi Adan yang tadinya 5,5 ton perhektar, kini menjadi 3,7 ton saja. Meski masih sangat cukup untuk kebutuhan masyarakat, tapi berkurangnya produksi tentu bukan hal baik," kata Muhtar.

Untuk menjaga eksisting petani, DKPP Nunukan membuka seluas-luasnya ruang diskusi, membebaskan petani membeberkan masalahnya dan apa yang mereka butuhkan untuk segera dipenuhi.

DKPP juga segera menyusul memberikan bantuan bibit padi untuk lebih menstimulasi petani, dan terus berusaha menghidupkan lahan tidur.

"Silahkan bicara ke kami, apa yang dibutuhkan. Pupuk organik ada, mesin ada. Kami buka akses informasi secara luas. DKPP juga akan menyampaikan semua keluh kesah dan kebutuhan petani Nunukan ke Kementrian," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Regional
Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Regional
Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Regional
Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Regional
Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Regional
Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Regional
Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Regional
Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com