Hari-hari belakangan ini, warga resah dan was-was, kata Nurita. Musababnya, apa yang ia sebut "bujuk rayu“ relokasi makin gencar, sementara pengerahan alat berat atau aparat tak bisa diprediksi kedatangannya.
“Setiap kali ada kendaraan masuk, entah aparat atau bukan aparat, dia mengatakan itu aman. Tapi bagi kami tidak aman,” kata Nurita, yang menuntut agar rencana relokasi dibatalkan saja.
Sejurus dengan buyutnya, Nurita tetap akan bertahan di tanah nenek moyangnya.
"Walaupun tengah tidur, kena sodok beko (eskavator) sekalipun, tetap kami bertahan. Tak apalah tidur di mulut beko (eskavator), asal kami bertahan,” katanya berapi-api.
Baca juga: Kunjungi Pulau Rempang, Airlangga: Pemerintah Jamin Penuhi Janji untuk Masyarakat
Dalam beberapa kesempatan, banyak pria warga Rempang menolak kami wawancarai.
Mereka beralasan, masih takut, mendapat “tekanan” atau mengaku lebih mudah tersulut emosi dibandingkan perempuan dalam menghadapi isu relokasi.
“Kalau laki-laki ini bicara, bisa mudah ditangkap atau dikriminalisasi,” kata seorang pria warga Pulau Rempang yang enggan disebutkan namanya.
Sejumlah tokoh masyarakat yang sebelumnya vokal dalam menentang relokasi juga diduga dikriminalisasi. Kesalahannya dicari-cari agar bisa terjerat hukum.
Namun, Kabid Humas Polda Keprim, Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan warga diperiksa untuk klarifikasi terkait kepemilikan lahan.
"Tujuannya untuk kita melakukan pendataan. Jadi sekali lagi, tujuan polisi itu untuk mengklarifikasi, bukan untuk melakukan kriminalisasi," katanya.
Sekitar delapan kilometer dari Kampung Pasir Panjang, terdapat Kampung Tanjung Banun – yang juga masuk prioritas direlokasi. BBC menemui Juliana, kakak Ardiansyah yang saat ini masih mendekam di tahanan polisi.
Ardiansyah adalah satu dari 34 orang yang ditangkap pada peristiwa kericuhan 11 September 2023 di kantor BP Batam.
Baca juga: Ombudsman RI Ragukan 300 KK Warga Rempang Bersedia Direlokasi, Ini kata BP Batam
Menurut tim pendamping hukumnya, Ardiansyah dijerat pasal melakukan kekerasan melawan petugas yang sedang melakukan pekerjaan secara sah. Ancaman hukuman pidananya antara satu hingga lima tahun penjara.
Peristiwa ini merupakan buntut dari kericuhan yang terjadi di Jembatan Empat Barelang pada 7 September 2023.
Saat itu ratusan aparat gabungan memaksa masuk Pulau Rempang dari wilayah Batam untuk melakukan pematokan area.
Tapi ratusan warga menghadang di ujung jembatan, dan melempari material ke arah barisan aparat gabungan. Aparat kemudian membalas serangan warga dengan meriam air, dan melepaskan tembakan gas air mata.