BATAM, KOMPAS.com–Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Batam mengungkapkan rencana relokasi warga Pulau Rempang dapat memicu kenaikan harga sembako di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Pasalnya dari relokasi ini, tidak sedikit kelompok tani dan ternak yang juga ikut tergusur ternaknya yang selama ini menompang kebutuhan di Batam.
“Hasil pertanian di Rempang menyumbang ketahanan pangan Batam sebesar 50 persen, jadi bisa dibayangkan jika para peternak ini tidak ada,” kata Ketua Perempuan Tani HKTI Batam Dewi Koriati, yang dihubungi, Kamis (5/10/2023).
Baca juga: INFOGRAFIK: Beragam Hoaks Seputar Konflik Pulau Rempang
Dewi mengatakan, hasil pertanian ini menyangga industri usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) seperti katering, pedagang pecel lele, hotel dan rumah tangga.
Terlebih lagi petani Rempang memanen hasil pertaniannya tidak dilakukan secara periodik, tetapi setiap hari.
“Masih di-support oleh Rempang saja, harga cabai masih sampai Rp 65.000 per kilogram, apalagi jika sudah tidak ada, bisa kembali seperti awal di harga Rp 120.000 per kilogramnya,” ungkap Dewi.
Belum lagi dengan keberadaan ayam potong dan sayuran, karena juga ditopang dari peternak dan petani di Rempang.
Baca juga: Kunjungi Pulau Rempang, Airlangga: Pemerintah Jamin Penuhi Janji untuk Masyarakat
Sayuran yang dihasilkan petani di Rempang antara lain bayam, kangkung, timun, pare, gambas, cabai merah, cabe rawit, jahe, kunyit, daun singkong, lengkuas, dan bumbu dapur.
“Sementara untuk buah, ada buah naga, jambu, pisang, papaya, nangka, dan jagung,” ungkap Dewi.
“Saat ini HKTI Batam sedang melakukan pendataan terhadap petani dan peternak di Rempang, sejauh ini sudah terdata 812 petani yang terdiri atas masyarakat yang punya lahan dan bertani. Kemudian petani yang menyewa tempat dan petani yang punya lahan tapi sebagai penggarap,” pungkas Dewi.