Kameh Zulyaden, warga yang tetap memilih bertahan di Nagari Air Bangis, Sumatra Barat, mengatakan harga yang dipatok oleh koperasi "jauh lebih murah dibanding pihak lain".
Ia menyebut perbandingannya bisa sampai Rp300 sampai Rp350 per kilogramnya. Sementara, keuntungan yang mereka peroleh hanya sekitar Rp200 per kilogram.
“Kalau masyarakat tidak melakukan perlawanan, petugas yang ada di sini terus menyuruh warga untuk menjual buah sawit kepada koperasi itu,” kata Kameh kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Ia juga mengeklaim bahwa pihak kepolisian menghentikan kendaraan yang tidak memiliki surat, khususnya kendaraan yang membawa buah sawit langsung dihentikan.
"[Hal] yang saya takutkan adalah saat kami lengah, warga di sini diberikan tekanan dan intimidasi oleh petugas yang ada di sini," ujar Kameh.
Dihubungi secara terpisah, Kabid Humas Polda Sumatera Barat, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, mengatakan bahwa pemeriksaan kendaraan bukan untuk mengintimidasi warga.
Baca juga: Pemprov Sumbar Bantah Gubernur Mahyeldi Diusir Saat Datang ke UIN Bukittinggi
"Itu kan memang saat ini ada operasi zebra. Jadi saat ini memang ada operasi. Memang kendaraan itu melanggar," kata Dwi kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Berdasarkan pengamatan Kameh, di sekitar lahan perkebunan sawit terdapat plang-plang yang melarang warga menanam sawit ataupun meraup sawit dari kawasan. Jika dilanggar, mereka terancam pidana penjara tiga tahun atau denda paling besar Rp5 miliar.
“Saya harap kami bisa berkegiatan seperti warga biasanya dan tidak ada lagi intimidasi-intimidasi yang diberikan kepada kami,” kata Kameh.
Kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Barat, Hansastri, mengatakan berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Gubernur Sumatera Barat dalam rapat setelah meninjau lapangan, situasi di Air Bangis "relatif aman".
“Hingga saat ini belum ada penetapan status sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Permohonan PSN diproses di Kemenko Perekonomian,” kata Hansasitri.
Baca juga: Mahasiswa UIN Bukittinggi Tolak Kedatangan Gubernur Sumbar
Meski begitu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan, sebelum ke Kementerian ATR/BPN, warga sempat mendatangi Komnas HAM untuk meminta perlindungan dari initimidasi aparat.
“Warga meminta perlindungan pasca-aksi yang dibubarkan paksa kemarin. Sebenarnya Komnas HAM mengeluarkan surat perlindungan kepada masyarakat dan lembaga pendamping,” kata Uli kepada BBC News Indonesia.
Ia mengatakan bahwa hak atas tanah itu adalah bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, mereka berhak mendapatkan perlindungan negara.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Uli Parulian Sihombing, mengatakan bahwa Komnas HAM akan membuat pendapat HAM atas kasus tersebut di MA.