Sebelumnya, pada Agustus 2023 lalu, sekitar 1.500 warga Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatra Barat, menentang rencana pembangunan kawasan industri petrokimia yang diusulkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
Baca juga: Duduk Perkara Mahasiswa UIN Bukittinggi Tolak Kedatangan Gubernur Sumbar, Rektor Minta Maaf
Mereka khawatir kehilangan lahan yang menjadi sumber nafkah selama puluhan tahun.
Aksi penolakan selama hampir sepekan di Kota Padang berujung pada “pemulangan paksa” ribuan orang dan “penangkapan sewenang-wenang” belasan orang oleh aparat.
Komalawati dan empat orang warga Air Bangis berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan lahan mereka. Ia mengaku, masyarakat di sana mengalami apa yang disebutnya sebagai "intimidasi" setiap hari setelah aksi-aksi bulan lalu.
“Kami merasa seperti dijajah. Setiap pagi dan malam mereka keliling di kampung kami. Jadi anak-anak kami itu trauma.
"Jangankan anak, orang tua, pihak perempuan, mereka semua kena mentalnya,” ungkap Komalawati, usai pertemuan dengan Wakil Menteri ATR-BPN, Raja Juli Antoni.
Ia mengatakan, masyarakat Air Bangis terancam kehilangan mata pencaharian utama mereka, karena penjualan sawit hanya dibatasi pada koperasi setempat saja.
Dalam liputan BBC News Indonesia pada awal Agustus lalu, menurut catatan Walhi, sebagian dari lahan masyarakat telah dikembalikan ke negara karena "khawatir dengan ancaman pidana kehutanan".
Disebutkan pula bahwa sebagian tanah itu juga dikelola oleh Koperasi Sumber Usaha (KSU) Air Bangis.
Sebagai pemegang izin usaha hasil hutan kayu (IUPHHK), KSU Air Bangis meminta masyarakat menyerahkan lahan perkebunan mereka atau bergabung dengan koperasi ini sebagai tempat menyalurkan hasil panen mereka.
Menurut Komalawati, “hasil kebun kami tidak bisa dijual ke pihak luar, hanya ke koperasi.
Di sinilah, dia menaruh khawatir itu berdampak pada kehidupan keluarganya.
"Karena anak kami ada yang sekolah, ada yang kuliah. Kami takut dengan putusnya masa depan anak-anak kami,” ungkap Komalawati kepada BBC News Indonesia.
Namun, ia juga khawatir ia dan warga lainnya akan kehilangan tempat tinggal jika Nagari Air Bangis diberi status lahan Proyek Strategis Nasional.
“Kami datang kemari, berharap kepada menteri: Jangan sampai kami digusur. Jangan sampai kami nasibnya seperti kericuhan di Rempang,” tandasnya kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: Datangi Gubernur Sumbar, Rektor UIN Bukittinggi Minta Maaf soal Penolakan Mahasiswa