Dalam keterangannya, saksi Lia Marlyati Kiliyan mengakui bahwa dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Fakfak yang diberikan kepada KPU Fakfak ditransfer secara bertahap melalui rekening Bank Papua, lalu dipindahkan ke rekening Bank Mandiri milik KPU.
"Iya, transfer ke rekening Bank Mandiri dengan total Rp 45,850 miliar. Transfer pertama di tahun 2019 sebesar Rp 1.250.000.000 melalui APBD Perubahan, lalu sisanya, Rp 17,8 miliar dan Rp 26,7 miliar tahap kedua ditransfer di tahun 2020," kata Lia.
Untuk diketahui, di KPU Fakfak terdapat dua bendahara, yakni bendahara APBN yang dijabat terdakwa Yonathan. Ia mengurusi dana yang ditransfer dari APBN. Sedangkan bendahara APBD dijabat oleh Lia Marlyati Kiliyan yang menangani transfer hibah dari APBD Kabupaten Fakfak.
"Beberapa kali saya diminta oleh Pak Ochen untuk mentransfer uang biaya pengobatan di Jakarta," ucap saksi Lia.
Baca juga: Dugaan Korupsi Dana Hibah Pilkada, Dua Bendahara KPU Fakfak Diperiksa
"Saya hanya mengikuti permintaan Pak Ochen, memang saya tahu permintaan tersebut di luar mekanisme," katanya.
Saksi mengaku, terdakwa Yonathan memang tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana hibah dari APBD, hanya saja beberapa kali ia diminta untuk mentransfer uang ke rekening Plt Sekertaris KPU
"Iya, terdakwa Yonathan diminta untuk mentransfer uang ke rekening Pak Ochen, untuk spesimen tanda tangan memang saya dan Pak Ochen punya tanda tangan," ucapnya.
Saksi Kepala BPKAD Kabupaten Fakfak Tajudin dalam keterangannya mengakui adanya permintaan hibah dari ketua KPU kepada pemerintah daerah.
"Permintaan awal sesuai proposal dari KPU sebesar Rp 50 miliar lebih, hanya saja saat dilakukan rasionalisasi disetujui sebesar Rp 45,8 miliar," katanya.
Dia juga mengaku, hingga saat ini belum menerima laporan pertanggungjawaban dana hibah tersebut dari KPU Kabupaten Fakfak.