Salin Artikel

Terdakwa Kasus Korupsi Dana Hibah Pilkada Fakfak Pingsan Saat Mendengar Keterangan Saksi

MANOKWARI, KOMPAS.com - Terdakwa kasus korupsi dana hibah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Fakfak tahun 2020, Yonathan Cristian Mangampa, pingsan saat sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manokwari, Papua Barat, Rabu (12/7/2023) pukul 19.00 WIT.

Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KPU Fakfak untuk Pilkada tahun 2020, jaksa menetapkan dua tersangka, yakni Bendahara APBN KPU Fakfak, Yonathan Cristian Mangampa dan KPA atau Plt Sekertaris KPU Kabupaten Fakfak tahun 2019 hingga 2020, Ochen Wairoy.

Sidang yang dipimpin hakim ketua Belinda Ursula Mayor didampingi dua hakim anggota dan dihadiri dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu dengan agenda mendengar keterangan saksi dari BPKAD Kabupaten Fakfak, bendahara serta staf KPU Kabupaten Fakfak.

Awalnya, terdakwa tampak baik-baik saja saat saksi pertama, yakni Kepala BPKAD Kabupaten Fakfak Tajudin, memberikan keterangan seputar proses pengajuan hibah dan pertanggungjawabannya.

Terdakwa Yonathan mulai menunjukkan kondisi tubuh tidak stabil saat proses tanya jawab oleh majelis hakim terhadap saksi saksi Bendahara APBD KPU Fakfak Lia Mariati dan dua staf KPU Fakfak.

"Sidang saya skors sementara," kata hakim ketua Belinda Ursula Mayor saat melihat terdakwa sudah sandar di bahu kuasa hukumnya, Patrik Barumbun Tandirerung.

Terdakwa kembali siuman ketika kuasa hukum memberi minyak kayu putih serta air putih di hidung dan wajahnya.

Ditanya usai sidang, terdakwa Yonathan mengaku belum makan.

"Saya belum makan dari tadi," katanya.

Terdakwa juga mengaku memiliki riwayat gula darah. Hal tersebut pun dibenarkan oleh kuasa hukumnya, Patrik Barumbun Tandirerung

"Iya, Bapak punya riwayat gula darah," tutur Patrik.

"Iya, transfer ke rekening Bank Mandiri dengan total Rp 45,850 miliar. Transfer pertama di tahun 2019 sebesar Rp 1.250.000.000 melalui APBD Perubahan, lalu sisanya, Rp 17,8 miliar dan Rp 26,7 miliar tahap kedua ditransfer di tahun 2020," kata Lia.

Untuk diketahui, di KPU Fakfak terdapat dua bendahara, yakni bendahara APBN yang dijabat terdakwa Yonathan. Ia mengurusi dana yang ditransfer dari APBN. Sedangkan bendahara APBD dijabat oleh Lia Marlyati Kiliyan yang menangani transfer hibah dari APBD Kabupaten Fakfak.

"Beberapa kali saya diminta oleh Pak Ochen untuk mentransfer uang biaya pengobatan di Jakarta," ucap saksi Lia.

"Saya hanya mengikuti permintaan Pak Ochen, memang saya tahu permintaan tersebut di luar mekanisme," katanya.

Saksi mengaku, terdakwa Yonathan memang tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana hibah dari APBD, hanya saja beberapa kali ia diminta untuk mentransfer uang ke rekening Plt Sekertaris KPU

"Iya, terdakwa Yonathan diminta untuk mentransfer uang ke rekening Pak Ochen, untuk spesimen tanda tangan memang saya dan Pak Ochen punya tanda tangan," ucapnya.

Saksi Kepala BPKAD Kabupaten Fakfak Tajudin dalam keterangannya mengakui adanya permintaan hibah dari ketua KPU kepada pemerintah daerah.

"Permintaan awal sesuai proposal dari KPU sebesar Rp 50 miliar lebih, hanya saja saat dilakukan rasionalisasi disetujui sebesar Rp 45,8 miliar," katanya.

Dia juga mengaku, hingga saat ini belum menerima laporan pertanggungjawaban dana hibah tersebut dari KPU Kabupaten Fakfak.


Jawaban kuasa hukum

Kuasa hukum terdakwa Yonathan meminta kepada majelis hakim agar saksi Lia yang merupakan Bendahara APBD KPU Fakfak ditetapkan sebagai tersangka atas peran dan pengakuan yang ia sampaikan dalam persidangan.

"Majelis hakim, kami meminta agar saksi Lia selaku bendahara KPU ditetapkan sebagai tersangka atas peran dan kewenangannya," ucap Erwin Yerangga, salah satu kuasa hukum terdakwa.

JPU yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Kejari Fakfak Arthur Fritz Gerald mengatakan, sidang itu masih mendengarkan keterangan dari saksi yang dihadirkan oleh JPU.

"Kan tadi sudah dengar fakta persidangan, tinggal saudara menyimpulkan. Persidangan ini kan masih mendengarkan keterangan saksi, kemarin kita periksa seluruh saksi sekitar 30 lebih," kata Arthur.

Kerugian negara dalam kasus korupsi dana hibah untuk Pilkada Kabupaten Fakfak tahun 2020 itu sekitar Rp 12 miliar.

Sidang ditunda hingga Selasa (25/7/2023) mendatang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.

Sementara itu, jaksa mendakwa kedua terdakwa dengan dakwaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 huruf a dan b ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/12/210519278/terdakwa-kasus-korupsi-dana-hibah-pilkada-fakfak-pingsan-saat-mendengar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke