KOMPAS.com - Kewenangan polisi melancarkan teknik investigasi undercover buying atau control delivery dalam UU Narkotika telah melenceng dari misi semula, menurut lembaga HAM.
Upaya membongkar jaringan atau sindikat peredaran gelap justru kerap menjadi "ajang penjebakan" yang menyasar pengguna.
Pemantauan LSM Kontras dalam rentang 2019-2022 menemukan setidaknya 13 kasus salah tangkap narkotika oleh polisi.
Seorang mantan narapidana yang ditemui oleh BBC News Indonesia meyakini dirinya telah menjadi korban penjebakan oleh polisi pada 2021.
Baca juga: Anggota Polisi dan Istrinya Jaksa Diduga Terima Suap dari Terdakwa Kasus Narkoba di Riau
Ia ditangkap atas kepemilikan 0,20 gram sabu. Akan tetapi, ia berkata, bandar dan temannya sesama pemakai tak ikut dijebloskan ke penjara.
Ketika dikonfirmasi kepada polisi, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Mukti Juharsa menangkis adanya praktik penjebakan dalam kasus-kasus narkoba.
Boni, bukan nama sebenarnya, terkesiap ketika tiga pria tiba-tiba menyergapnya dari belakang: dua orang mengapitnya di kiri-kanan dan satu lagi tepat di hadapannya.
Malam itu, ia berjanji bertemu seorang teman bernama Ari di sebuah ruko.
Tapi belum sampai lima detik setelah menurunkan standar sepeda motor, menurut Boni, situasinya berubah jadi penggeledahan.
Boni langsung dipaksa masuk ke dalam ruko.
Baca juga: Mantan Pacar Culik Gadis di Bandung, Polisi Temukan Narkoba di Tangan Pelaku
Di dalam, tiga pria yang mengaku polisi itu memeriksa motor, barang bawaan, pakaian, dan telepon selulernya.
Mereka terus saja bertanya hal yang sama, "mana barangnya?" tutur Boni menirukan ucapan para pria itu.
'Barang' yang dimaksud polisi tak berseragam tersebut adalah sabu-sabu yang dipesan Boni bersama Ari kepada seorang bandar - sebut saja Deni.
Pria 37 tahun ini bercerita sudah beberapa kali membeli sabu dari Deni yang dikenalkan Ari. Selama itu pula dia mengaku tidak pernah bertemu muka dengan Deni.
Komunikasi hanya berlangsung lewat telepon. Dari Ari, Boni hanya tahu kalau Deni masih mendekam di penjara.
Selama penggeledahan itu terjadi, tak ditemukan sabu. Ia mencoba berkelit dengan menjawab, "tidak tahu" setiap kali ditanya.
Baca juga: Terima Suap untuk Kasus Narkoba, Oknum Jaksa Ditangkap di Bandara Pekanbaru
Namun balasannya justru penyiksaan berupa pukulan bertubi-tubi.
Belakangan polisi menemukan struk transaksi berisi bukti transfer senilai ratusan ribu rupiah ke sebuah rekening - yang oleh jaksa kemudian dijadikan bukti pembelian sabu dalam berkas tuntutan.
Boni lantas dimasukkan dalam mobil polisi, sementara telepon selulernya diambil paksa.
Ketika sebuah pesan masuk ke telepon selulernya, polisi membuka pesan itu dan memperlihatkan kepada Boni sebuah foto yang diduga peta lokasi sabu tersebut diletakkan.
Pengirim pesan itu tanpa nama, hanya deretan angka yang tak dikenal. Boni pun tak diperkenankan memegang dan memastikan siapa pengirimnya.
Ketika sampai di lokasi, kisah Boni, para polisi turun lebih dulu untuk mencari paket sabu yang dimasukkan ke dalam bekas bungkus rokok.
Baca juga: Simpan 0,5 Kg Sabu di Hak Sandal, Wanita Ini Ditangkap di Bandara Supadio Pontianak
Setelah memastikan paket itu betul sabu, polisi memerintahkan Boni mengulangi adegan mengambil barang itu sembari direkam.
"Kata polisi, 'Coba buka ini apa?' Saya sebutin, 'Ini sabu'," ujar Boni menerangkan kejadian saat itu.
"Jadi seolah-olah saya yang nemuin, padahal aslinya tidak begitu."