Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mantan Napi Kasus Narkoba yang Mengaku Jadi Korban Penjebakan Polisi: Seolah-olah Saya yang Menemukan Sabu

Kompas.com - 10/05/2023, 12:17 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kewenangan polisi melancarkan teknik investigasi undercover buying atau control delivery dalam UU Narkotika telah melenceng dari misi semula, menurut lembaga HAM.

Upaya membongkar jaringan atau sindikat peredaran gelap justru kerap menjadi "ajang penjebakan" yang menyasar pengguna.

Pemantauan LSM Kontras dalam rentang 2019-2022 menemukan setidaknya 13 kasus salah tangkap narkotika oleh polisi.

Seorang mantan narapidana yang ditemui oleh BBC News Indonesia meyakini dirinya telah menjadi korban penjebakan oleh polisi pada 2021.

Baca juga: Anggota Polisi dan Istrinya Jaksa Diduga Terima Suap dari Terdakwa Kasus Narkoba di Riau

Ia ditangkap atas kepemilikan 0,20 gram sabu. Akan tetapi, ia berkata, bandar dan temannya sesama pemakai tak ikut dijebloskan ke penjara.

Ketika dikonfirmasi kepada polisi, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Mukti Juharsa menangkis adanya praktik penjebakan dalam kasus-kasus narkoba.

Boni, bukan nama sebenarnya, terkesiap ketika tiga pria tiba-tiba menyergapnya dari belakang: dua orang mengapitnya di kiri-kanan dan satu lagi tepat di hadapannya.

Malam itu, ia berjanji bertemu seorang teman bernama Ari di sebuah ruko.

Tapi belum sampai lima detik setelah menurunkan standar sepeda motor, menurut Boni, situasinya berubah jadi penggeledahan.

Boni langsung dipaksa masuk ke dalam ruko.

Baca juga: Mantan Pacar Culik Gadis di Bandung, Polisi Temukan Narkoba di Tangan Pelaku

Di dalam, tiga pria yang mengaku polisi itu memeriksa motor, barang bawaan, pakaian, dan telepon selulernya.

Mereka terus saja bertanya hal yang sama, "mana barangnya?" tutur Boni menirukan ucapan para pria itu.

'Barang' yang dimaksud polisi tak berseragam tersebut adalah sabu-sabu yang dipesan Boni bersama Ari kepada seorang bandar - sebut saja Deni.

Pria 37 tahun ini bercerita sudah beberapa kali membeli sabu dari Deni yang dikenalkan Ari. Selama itu pula dia mengaku tidak pernah bertemu muka dengan Deni.

Komunikasi hanya berlangsung lewat telepon. Dari Ari, Boni hanya tahu kalau Deni masih mendekam di penjara.

Selama penggeledahan itu terjadi, tak ditemukan sabu. Ia mencoba berkelit dengan menjawab, "tidak tahu" setiap kali ditanya.

Baca juga: Terima Suap untuk Kasus Narkoba, Oknum Jaksa Ditangkap di Bandara Pekanbaru

Namun balasannya justru penyiksaan berupa pukulan bertubi-tubi.

Belakangan polisi menemukan struk transaksi berisi bukti transfer senilai ratusan ribu rupiah ke sebuah rekening - yang oleh jaksa kemudian dijadikan bukti pembelian sabu dalam berkas tuntutan.

Boni lantas dimasukkan dalam mobil polisi, sementara telepon selulernya diambil paksa.

Ketika sebuah pesan masuk ke telepon selulernya, polisi membuka pesan itu dan memperlihatkan kepada Boni sebuah foto yang diduga peta lokasi sabu tersebut diletakkan.

Pengirim pesan itu tanpa nama, hanya deretan angka yang tak dikenal. Boni pun tak diperkenankan memegang dan memastikan siapa pengirimnya.

Ketika sampai di lokasi, kisah Boni, para polisi turun lebih dulu untuk mencari paket sabu yang dimasukkan ke dalam bekas bungkus rokok.

Baca juga: Simpan 0,5 Kg Sabu di Hak Sandal, Wanita Ini Ditangkap di Bandara Supadio Pontianak

Setelah memastikan paket itu betul sabu, polisi memerintahkan Boni mengulangi adegan mengambil barang itu sembari direkam.

"Kata polisi, 'Coba buka ini apa?' Saya sebutin, 'Ini sabu'," ujar Boni menerangkan kejadian saat itu.

"Jadi seolah-olah saya yang nemuin, padahal aslinya tidak begitu."

 

Kejanggalan kasus Boni

Gambar ilustrasi penangkapan Boni oleh sejumlah anggota polisi di Jawa Barat yang diduga ada unsur rekayasa.dokumen BBC Indonesia Gambar ilustrasi penangkapan Boni oleh sejumlah anggota polisi di Jawa Barat yang diduga ada unsur rekayasa.
Boni lantas diboyong ke kantor polisi tanpa akses bantuan hukum.

Akan tetapi, pengakuan Boni berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diperoleh BBC News Indonesia.

Tertulis di situ, dia ditangkap seorang diri saat sedang duduk di depan ruko oleh beberapa orang yang mengaku polisi.

Sambil mengeluarkan surat tugas, polisi meminta izin mengecek telepon selulernya - namun hal ini dibantah Boni.

Saat diperiksa itulah, menurut dokumen BAP tersebut, ditemukan struk transaksi berupa bukti transfer pembelian sabu serta pesan berupa peta lokasi pengambilan barang narkotika itu.

Penggeledahan disebut berlangsung hampir tengah malam di pinggir jalan raya dan ditemukan satu bungkus bekas rokok yang di dalamnya terdapat satu bungkus plastik klip warna bening berisikan kristal putih diduga narkotika jenis sabu.

Baca juga: Dilaporkan Istri Sendiri, Briptu B Ditangkap Saat Konsumsi Sabu di Hotel, Terancam Dipecat

Boni mengaku tak membaca isi seluruh BAP tersebut. Pikirannya sudah kalut, jadi ia langsung menandatangani saja, akunya.

Ia dikenakan pasal 112 ayat 1 dan pasal 114 ayat 1 UU Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Akan tetapi kuasa hukum Boni dari Yayasan Aksi Keadilan Indonesia, Muhammad Irwan, menemukan sejumlah ketidaksesuaian.

Merujuk pada fakta persidangan, kesaksian polisi menyebutkan penangkapan kliennya merupakan 'pengembangan' setelah membekuk Ari - teman Boni di ruko tersebut terlebih dahulu.

Tapi anehnya, polisi tidak memproses hukum Ari maupun bandar yang menjual sabu pada Boni.

Di surat dakwaan yang diperoleh BBC News Indonesia, bandar sabu itu berstatus DPO alias buron.

Baca juga: Terima Suap untuk Kasus Narkoba, Oknum Jaksa Ditangkap di Bandara Pekanbaru

"Kalau memang pengembangan harusnya dua-duanya [Ari dan bandar] ditahan. Padahal Ari sesama pemakai, satu bandar lagi," ujar Irwan.

Selama di persidangan pula, jejak rekening pemilik bandar itu tidak diselidiki lebih jauh oleh polisi dan jaksa.

Penyelidikan polisi terhenti saat ditemukan bahwa data pemilik rekening tersebut palsu.

Kejanggalan lainnya, kata Boni, tidak ada satupun warga sipil yang menyaksikan penyergapan hingga ke penemuan paket sabu.

Hal ini penting karena, menurut seorang pengamat hukum, dalam sejumlah kasus penjebakan narkotika tidak ada saksi sipil sehingga sangat mungkin terjadi rekayasa.

Namun Boni heran, karena di persidangan tiba-tiba muncul satu saksi sipil berinisial MM dan tiga polisi dari Satuan Reserse Narkotika Polres di Jawa Barat.

Baca juga: Terima Suap untuk Kasus Narkoba, Oknum Jaksa Ditangkap di Bandara Pekanbaru

Melihat wajah saksi sipil itu, Boni langsung protes kepada hakim.

"Saya bilang ke hakim, 'Orang [saksi] itu polisi yang nangkap saya'. Saya malah dimarahin katanya kenapa saya enggak ngomong dari awal?" tutur Boni yang mengeluhkan jalannya persidangan online sehingga ia tak mendengar jelas apa yang disampaikan saksi maupun polisi.

 

"Harusnya direhabilitasi, bukan dipenjara"

Ilustrasi Narkoba Jenis Methamphetamine.Getty via Independent Ilustrasi Narkoba Jenis Methamphetamine.
Muhammad Irwan mengatakan kliennya selaku pengguna semestinya disangkakan pasal 127 UU Narkotika yakni sanksi rehabilitasi atau maksimal penjara empat tahun.

Toh, sebelumnya Boni juga diperiksa secara medis oleh tim dokter dari Badan Narkotika Nasional (BNN) sebuah kabupaten di Jawa Barat.

Pemeriksaan tersebut menyebutkan Boni termasuk kategori pengguna ringan karena menggunakan sabu hanya pada saat tertentu.

Tidak ditemukan pula gangguan mental pada dirinya.

Di persidangan, Irwan juga berkata, dirinya berupaya mematahkan dakwaan jaksa penuntut dan meyakinkan hakim bahwa mens rea atau sikap batin kliennya memiliki narkotika adalah "untuk digunakan".

Sebab kalau hanya merujuk pada dakwaan pasal 112 dan 114, maka kliennya disamakan seperti bandar, pengedar, atau kurir.

Baca juga: Bandar Narkoba di Bali Jalankan Bisnis dari Lapas Kerobokan, Miliki Aset Rp 15 Miliar

Selain itu, Boni juga dipastikan tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika.

Hanya saja karena hakim tak bisa memutus dengan pasal yang tidak didakwakan, maka Irwan meminta hakim memvonis kliennya dengan hukuman di bawah minimum dengan bersandar pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015.

Dari tuntutan lima tahun penjara, Boni akhirnya diputus hakim pengadilan tingkat satu di Jawa Barat pidana penjara selama 2,6 tahun dan menjalani rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan.

Polisi melakukan penjebakan?

Di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memuat beberapa teknik investigasi untuk membongkar jaringan atau sindikat peredaran gelap: pembelian terselubung (undercover buying) atau penyerahan di bawah pengawasan (control delivery).

Pembelian terselubung misalnya dilakukan dengan menyamar atau menyusup ke dalam geng atau mafia peredaran ilegal narkotika guna mengumpulkan bukti-bukti.

Sedangkan penyerahan di bawah pengawasan berarti polisi membiarkan transaksi narkoba terjadi sembari mengawasi penyerahan narkoba yang terkait dengan tindak pidana.

Dengan begitu orang-orang yang berkaitan dengan peredaran maupun jual-beli narkotika itu bisa ditangkap beserta barang bukti yang ada padanya.

Baca juga: Ayah dan Anak Tiri Jadi Bandar Narkoba Jaringan Malaysia di Wakatobi Sultra

Kedua teknik investigasi tersebut harus berdasarkan perintah tertulis dari pimpinan setelah mengantongi pola, aktor, metode dan jaringan yang terlibat.

Akan tetapi UU Narkotika tidak mengatur bagaimana kedua kewenangan itu dilaksanakan dalam konteks hukum acara pidana, kata peneliti di Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Girlie Ginting.

Dampaknya terbuka peluang terjadinya penjebakan atau rekayasa - dan itu haram dilakukan aparat penegak hukum, kata Girlie.

Penelitian ICJR menemukan setidaknya ada tiga pertanda polisi melakukan penjebakan.

Pertama, si polisi merupakan inisiator terjadinya penyerahan narkotika tersebut.

"Misalnya polisi membujuk si pelaku untuk membeli atau menjual barang itu."

Kedua, jika hal itu sulit diungkap karena alasan rahasia maka cara lain yang bisa menandakan terjadinya praktik penjebakan adalah saksi yang diajukan ke persidangan adalah anggota polisi yang menangkap.

"Karena polisi punya kepentingan di kasus itu, polisi mendapat reward [penghargaan] kalau bisa menangkap kasus narkotika," ujarnya.

Baca juga: Terlibat Kasus Penipuan dan Narkoba, 4 Anggota Polres Mamuju Tengah Dipecat

Demi mendapat penghargaan itulah, sambung Girlie, polisi lebih sering mengincar pengguna ketimbang bandar kelas kakap.

Ketiga, orang yang menyerahkan narkotika kepada korban penjebakan dibiarkan bebas atau statusnya buron.

 

Kasus-kasus penjebakan narkotika oleh polisi

Ilustrasi narkobaKOMPAS.COM/HANDOUT Ilustrasi narkoba
Berpatokan pada tiga kriteria di atas, apa yang terjadi pada Boni menurut kuasa hukumnya bisa disebut penjebakan.

Selain kasus Boni, kejadian penjebakan secara terang-terangan terjadi di Binjai, Sumatera Utara, pada April 2022.

Seorang remaja berinsial RN dijebak saat ia menemui pria tak dikenal di depan warung internet.

Pria itu tiba-tiba memanggil RN dan memberikan sebuah kotak rokok. Tak berselang lama, dua polisi datang kemudian menangkap RN.

Sementara pria yang memberikan kotak itu dibiarkan lolos.

Baca juga: Oknum Anggota Polri di Riau Berpesta Narkoba, Ditangkap oleh Polisi Lainnya

Peristiwa tersebut terekam kamera CCTV dan viral di media sosial. Warganet berkomentar ada yang janggal saat proses penangkapan RN dan sikap polisi yang melepaskan pria tak dikenal itu.

Meskipun Kapolres Binjai, AKBP Ferio Sano membantah anggotanya sengaja menjebak RN tapi selang sebulan dia mencopot Kasat Res Narkoba Polres Binjai, Firman Imanuel Perangin-angin.

"Kasatnya harus bertanggungjawab karena lemahnya pengawasan terhadap anggota, sehingga anggota melakukan hal itu," kata Kabid Humas Polda Sumut, Hadi Wahyudi kepada wartawan.

Kasus penjebakan lainnya terjadi pada Andika Tri Oktaviani. Pada tahun 2011, Mahkamah Agung bahkan membebaskan terdakwa karena kuatnya indikasi rekayasa.

Dalam pertimbangan putusan nomor 454 K/Pid.Sus/2011, MA mengatakan tuduhan polisi bahwa Andika memiliki sabu 0,011 gram mengada-ada dan tidak kuat. Ini karena terdakwa tidak mengakui dompet berisi sabu yang dibuka oleh polisi yang menangkap.

Saat ditangkap di jalan raya Kota Prabumulih, di dalam dompet yang diduga milik terdakwa tidak ditemukan narkoba. Baru setelah di kantor polisi dompet tersebut telah berisi satu paket sabu.

Baca juga: Pho Sie Dong, Terdakwa Kepemilikan Sabu Asal Binjai, Divonis Bebas, Sebelumnya Dihukum 7 Tahun Penjara oleh Hakim PN

Catatan hakim dalam pertimbangan juga mempertanyakan keberadaan polisi yang menjadi saksi dalam kasus Andika Tri Oktaviani dan tindakan polisi yang tidak turut menangkap temannya di lokasi kejadian.

Selang setahun kemudian, Mahkamah Agung secara lugas menyatakan polisi seringkali melakukan penjebakan atau rekayasa kasus narkoba.

Seperti yang berlaku pada kasus mahasiswa di Aceh, Safriel Ilham.

"Sudah menjadi notoire faiten [hal yang sudah diketahui umum] bahwa dalam pemberantasan narkotika polisi seringkali melakukan penjebakan/rekayasa terhadap barang bukti seolah-olah milik terdakwa," demikian pernyataan hakim MA yang tertuang dalam putusan nomor 401 K/Pid.Sus/2012.

Polres Aceh menuduh Safriel membeli paket ganja seberat 50 gram seharga Rp400.000 dari Simeng dan Sidi. Tapi keduanya tidak diringkus polisi.

Saat digerebek di rumah ayahnya di Desa Langgoeng, Aceh Barat, polisi menggeledah sepeda motor Safriel tapi tak ditemukan ganja.

Baca juga: Jadi Kurir dan Jual Ganja di Banten, Anggota TNI Dijanjikan Upah Rp 100 Juta

Pemuda itu lalu diboyong ke kandang kambing milik orangtuanya dan ditemukan ganja. Padahal Safriel tidak pernah menunjukkan di mana ganja itu disembunyikan.

"Praktik penegakan hukum yaitu penggerebekan, pihak kepolisian seringkali menggunakan orang lain [undercover buying] yang berperan menjebak pelaku dengan berbagai cara.

"Misalnya menyimpan barang bukti di tempat tertentu sehingga seolah-olah milik terdakwa.

"Bahkan petugas sendiri seringkali melakukannya," demikian putusan yang diketok oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar yang menguatkan vonis bebas Safriel.

Apa yang bisa dilakukan bila ada dugaan penjebakan?

Ilustrasi sabu-sabu (SHUTTERSTOCK).KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Ilustrasi sabu-sabu (SHUTTERSTOCK).
Pemantauan LSM Kontras dalam rentang 2019-2022 menemukan setidaknya terdapat 13 kasus salah tangkap narkotika.

Tujuh di antaranya terjadi penyiksaan, lima lainnya ditangkap tidak sesuai prosedur atau sewenang-wenang.

"Ada satu kasus yang mengalami intimidasi," ungkap Wakil Koordinator bidang Advokasi Kontras, Tioria Pretty.

"Dampaknya enam orang luka-luka karena penyiksaan dengan tangan kosong dan alat tertentu. Kemudian dua tewas dan lima ditahan."

Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras, Hans Giovanny, menduga ada banyak kasus penjebakan atau rekayasa narkotika yang terjadi namun tak dilaporkan atau terpantau ke publik.

Baca juga: Oknum Anggota Polri di Riau Berpesta Narkoba, Ditangkap oleh Polisi Lainnya

Ini karena tak semua orang tahu hak yang dimiliki.

Ketika polisi hendak melakukan upaya paksa berupa penangkapan, penggeledahan, penyitaan tanpa dasar yang jelas maka masyarakat perlu meminta surat tugas mereka.

Kalau tidak bisa menunjukkan, masyarakat berhak menolak upaya paksa yang dilakukan polisi.

"Tanpa dilengkapi surat-surat itu tidak bisa dan bisa digolongkan pada penangkapan sewenang-wenang. Itu melanggar pasal 17 KUHAP," jelas Hans.

Begitu pula kalau polisi mau memaksa seseorang mengecek barang bawaan ataupun melakukan tes urine.

"Harus menolak kalau tidak ada surat tugas karena itu menyalahi prosedur."

Pengecualian, sambung Hans, hanya berlaku kalau situasi orang tersebut tertangkap tangan.

Dia juga mengatakan, korban penjebakan disarankan melaporkan polisi yang menangkapnya ke Propam untuk diperiksa secara etik.

Baca juga: Bapak Pembunuh Anak Kandung di Gresik Sempat Dipenjara karena Narkoba

Jika terbukti terjadi penjebakan yang disertai penyiksaan, harus diproses secara pidana.

Dalam kasus penjebakan yang terjadi di Binjai, Sumatera Utara, menurut Hans, sanksi berupa pencopotan tidak cukup.

Apa tanggapan kepolisian?

Menjawab persoalan ini, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Mukti Juharsa, mengeklaim dalam mengungkap kasus-kasus narkoba polisi tidak pernah melakukan praktik penjebakan atau rekayasa.

Cara yang dipakai aparat hukum, katanya, dengan undercover buying atau control delivery. Selain dibantu informan dan teknologi, jelas Mukti.

"Tidak ada penjebakan, penangkapan-penangkapan yang terjadi pure [murni] karena bantuan informan dan teknologi," ujarnya kepada BBC News Indonesia, Selasa (18/04).

Tapi dia tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana teknis pelaksanaan dua teknik investigasi itu diterapkan.

"Panjang ceritanya itu. Intinya penangkapan narkoba dengan pembelian terselubung atau penyerahan di bawah pengawasan," kata Mukti. "Perangkat teknologi kita sudah canggih-canggih."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Bupati Lombok Barat Imbau Warga Tak Sebarkan Video Penyerangan

Pj Bupati Lombok Barat Imbau Warga Tak Sebarkan Video Penyerangan

Regional
Rem Blong, Truk Molen Tabrak Mobil dan Rumah di Ungaran

Rem Blong, Truk Molen Tabrak Mobil dan Rumah di Ungaran

Regional
Pernah Bunuh Pencuri Kambing dan Dipenjara, Muhyani Kembali Kecurian

Pernah Bunuh Pencuri Kambing dan Dipenjara, Muhyani Kembali Kecurian

Regional
431 Calon Haji Kota Tangerang Berangkat ke Tanah Suci, Pj Walkot: Utamakan Ibadah dan Jalani Sepenuh Hati

431 Calon Haji Kota Tangerang Berangkat ke Tanah Suci, Pj Walkot: Utamakan Ibadah dan Jalani Sepenuh Hati

Regional
Buntut Penyerangan di Lombok Barat, Keluarga Korban Lapor ke Polda NTB

Buntut Penyerangan di Lombok Barat, Keluarga Korban Lapor ke Polda NTB

Regional
Anak di Rohil Selamat Usai Minum Kopi Beracun Pemberian Ibu Tiri

Anak di Rohil Selamat Usai Minum Kopi Beracun Pemberian Ibu Tiri

Regional
Mendaftar ke 6 Partai, Wakil Walkot Padang Ekos Albar Maju Pilkada Padang

Mendaftar ke 6 Partai, Wakil Walkot Padang Ekos Albar Maju Pilkada Padang

Regional
Tanggapan BBKSDA Riau soal Pekerja Tewas Diterkam Harimau Sumatera

Tanggapan BBKSDA Riau soal Pekerja Tewas Diterkam Harimau Sumatera

Regional
Baru Kelas 6 SD, Bocah di Jambi Punya Tinggi 2 Meter

Baru Kelas 6 SD, Bocah di Jambi Punya Tinggi 2 Meter

Regional
Bocah SMP di Garut Saksikan Sang Ibu Dibunuh Perampok di Kamar Mandi, Tangannya Sempat Diikat

Bocah SMP di Garut Saksikan Sang Ibu Dibunuh Perampok di Kamar Mandi, Tangannya Sempat Diikat

Regional
Isi Surat Wasiat di Dekat Jasad Bayi Dalam 'Paper Bag' di Bali, Ada Uang Rp 1 Juta untuk Pemakaman

Isi Surat Wasiat di Dekat Jasad Bayi Dalam "Paper Bag" di Bali, Ada Uang Rp 1 Juta untuk Pemakaman

Regional
Warga Tembalang dan Candisari Deklarasikan Dukungan kepada Mbak Ita untuk Maju Pilwakot Semarang 2024

Warga Tembalang dan Candisari Deklarasikan Dukungan kepada Mbak Ita untuk Maju Pilwakot Semarang 2024

Regional
Dipolisikan Rektor Unri karena Kritik UKT, Khariq: Saya Tetap Berjuang meski Dipenjara

Dipolisikan Rektor Unri karena Kritik UKT, Khariq: Saya Tetap Berjuang meski Dipenjara

Regional
Warga Gayamsari Deklarasikan Dukungan Mbak Ita Maju Pilwakot Semarang 2024

Warga Gayamsari Deklarasikan Dukungan Mbak Ita Maju Pilwakot Semarang 2024

Regional
Malam Mencekam di Lombok, 1 Desa Diserang Puluhan Warga dengan Sajam

Malam Mencekam di Lombok, 1 Desa Diserang Puluhan Warga dengan Sajam

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com