"O iya. Artinya kita serius. Serius dalam menangani itu. Maka kita turun di 54 kelurahan dan kita tahu betul potretnya. Dan kebersamaan warga, pedulinya warga dengan lingkungannya sudah baik semuanya. Mereka sudah sukarela membantu kemudian Pemkot ini dengan tadi (anggaran)," ungkap Teguh.
Teguh mengungkapkan anggaran penanganan stunting di Solo sebesar Rp 270 juta ditambah dari Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pemenuhan makanan bergizi bagi bayi atau balita stunting.
Menurutnya yang perlu ditekankan pada masyatakat agar stunting tidak terus terjadi adalah pertama merubah perilaku hidup sosial dan kedua perilaku makan.
"Termasuk peduli kepada keluarga. Keluarga itu kalau tidak tertib anak ini ada pengawasan. Kalau dalam keluarga tidak harmonis terjadilah seperti itu (stunting). Jadi banyak hal bukan kemiskinan saja. Bukan hanya kawasan kumuh saja. Orang yang sudah layak, keluarganya cukup kalau tidak peduli dengan anak akibatnya seperti itu," jelas dia.
Sebelumnya, kasus stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita di Solo, Jawa Tengah, masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo tercatat ada 788 atau 3,1 persen kasus stunting pada 2022.
Baca juga: BKKBN Sebut Stunting Bisa Terjadi di Perkotaan, Ini 3 Penyebabnya
"Bukan masalah tinggi atau rendah. Itu artinya kita terlambat ya karena 788 sudah didiagnosis stunting. Karena 1.000 hari pertama kehidupan di usia itu artinya sudah tertinggalkan," kata Kepala DP3AP2KB Solo, Purwanti di Solo, Jawa Tengah, Senin (6/3/2023).
Selain kasus stunting, lanjut Purwanti yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) Pemerintah Kota (Pemkot) Solo adalah kasus pernikahan usia anak atau pernikahan dini. Ada sekitar 102 kasus pernikahan usia anak di Solo.
Menurut dia kasus pernikahan usia anak ini tersebar di lima kecamatan di Solo. Kelima kecamatan itu antara lain, Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari.
"Pernikahan usia anak kita masih PR ya lima kecamatan semua ada kasus. Meskipun ada beberapa kelurahan yang bebas dari kasus pernikahan usia anak. Apa yang sudah ada ini menjadi PR kita. Baik dari Kemenag, Pengadilan Agama tentunya yang harus kita upayakan bagaimana mencegah mereka tidak mengajukan pernikahan usia anak," kata Purwanti.
Baca juga: 5.660 Anak di Bandung Alami Stunting pada 2022, Turun 7 Persen Dibanding 2021
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah terus melakukan upaya guna mencegah kasus stunting dan pernikahan usia anak dengan memaksimalkan fungsi keluarga.
Menurutnya delapan fungsi keluarga harus dikuatkan, mulai dari fungsi ekonomi, cinta kasih, termasuk kesehatan reproduksi pada anak harus dikuatkan.
"Ya kalau kita ingin zero stunting memang harus totalitas. Mulai dari keluarga, masyarakat, pemerintah termasuk media juga mensosialisasikan upaya terkait dengan pencegahan stunting," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.