Dengan ini, Mashuri mempersilakan para penghayat untuk dapat melapor ke FKUB apabila mendapati hal-hal yang tidak diinginkan seperti itu.
“Saya akan hadir di garda depan jika ada intimidasi terhadap teman-teman penghayat,” ucap tokoh agama yang juga menjadi Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Solo itu.
Mashuri menegaskan, beragama dan berkeyakinan adalah hak asasi manusia. Setiap orang, kata dia, bebas untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Dia mengingatkan, dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah disebutkan bahwa, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Sementara kepada masyarakat umum, Mashuri mengajak untuk dapat menghormati pilihan warga lain yang menganut Kepercayaan. Menurut dia, itu adalah perbedaan yang patut dirayakan.
“Kita harus memahami bahwa perbedaan merupakan rahmat yang tidak untuk diperdebatkan, melainkan dijadikan sebagai akses untuk kita saling melengkapi. Kalau diperdebatkan, nah ini, sampai kiamat pun tidak ada ujung pangkalnya,” terang dia.
Kabid Pembinaan Sejarah dan Pelestarian Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Solo, Sukono, juga memastikan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Solo siap menjamin keamanan dari masyarakat penghayat Kepercayaan.
Dia melihat selama ini masih ada penghayat yang secara pribadi takut menjalankan aliran Kepercayaan secara terang-terangan. Ada juga penghayat yang takut bergabung dengan organisasi karena khawatir mendapatkan tekanan atau persekusi.
Sukono berharap tidak ada lagi penghayat yang merasa demikian.
Baca juga: Saat Anak-anak Penghayat di Solo Tak Terfasilitasi Pendidikan Kepercayaan...
Jika sampai mengalami hal-hal yang tidak diinginkan menyangkut pilihan menganut Kepercayaan, dia mempersilakan masyarakat penghayat tidak ragu melapor ke Disparbud. Ini termasuk, jika penghayat sampai mengalami hambatan dalam mengakses layanan administrasi di lingkungan Pemkot.
Dia mengeklaim Pemkot telah melakukan sejumlah sosialisasi terhadap berbagai pihak terkait Kepercayaan. Sosialisasi itu juga ditujukan kepada penghayat sendiri yang diharapkan tidak lagi takut-takut “keluar”.
Menurut Sukono, hal ini penting agar masyarakat lain juga dapat mengenal penghayat, sehingga muncul rasa saling menghormati dan memiliki.
Dia pun membeberkan, berdasarkan data dari Dispendukcapil Solo, jumlah penganut aliran Kepercayaan di Solo terbilang sedikit jika dibandingkan dengan yang dihitung oleh MLKI. Artinya, ada banyak penghayat yang diyakini belum membuat KTP yang menegaskan identitas keyakinannya.
“Bersama dengan Kementerian terkait, Pemkot juga sudah menggelar sosialsiasi tentang Kepercayaan kepada masyarakat umum. Diharapkan, minimal masyarakat bisa mengetahui dan kemudian menerima keberadaan Kepercayaan,” ujar Sukono saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (23/2/2023).
Sementara itu, pasangan suami istri penghayat asal Kelurahan Nusukan, Banjarsari, Solo, Purwaningsih (33) dan Tri Suseno (42) mengaku justru jadi lebih tenang setelah bisa mencantumkan identitas Kepercayaan di KTP karena sesuai dengan keyakinan.
Sebab, Seno dan Tri merasa keberadaan mereka jadi kian diakui oleh Negara.
Keduanya pun mengaku pada akhirnya mendapat sejumlah kemudahan setelah kolom agama di KTP telah diperbolehkan diisi dengan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sejak 2017.
“Manfaatnya, dalam hal layanan administrasi kepegawaian misalnya, semua data langsung terlayani dengan mudah, tidak perlu menjelaskan satu per satu,” ucap Seno yang sehari-hari menjadi guru, ketika menerangkan keuntungan telah memiliki KTP Kepercayaan.
“Kalau saya, misalnya, dulu sempat ketika mengakses layanan kesehatan di rumah sakit, ditanya agama di bagian registrasi. Nah, itu jadi sudah terjawab di data kependudukan. Sebelumnya harus menjelaskan tentang Kepercayaan,” cerita Sri.
Baca juga: Model Pendidikan bagi Penghayat Kepercayaan di Era Merdeka Belajar
Baik Seno maupun Sri bersyukur selama memperkenalkan diri ke masyarakat sebagai pengahat Kepercayaan Sapta Darma, tak pernah mendapat diskriminasi atau intimidasi.
Keduanya menyebut, masyarakat di lingkungannya selama ini menerima kehadiran keluarga mereka sebagaimana pada umumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.