SEMARANG, KOMPAS.com-Kepala BBWS Pemali-Juana Muhammad Adek Rizaldi mengatakan sepanjang 270 kilometer garis pantai di Jateng dalam kondisi kritis.
Membentang di belasan kabupaten/kota dari Jepara, Rembang, Tegal, hingga Brebes.
“270 kilometer garis pantai di Jateng ini tergolong kritis. Disebabkan mulai dari abrasi, penurunan muka tanah, dan seterusnya,” kata Adek usai forum Focus Group Discussion (FGD) Solusi Banjir Jawa Tengah 2023-2035 di kantor DPD Jateng, Rabu (22/2/2023).
Baca juga: Penambangan Pasir Ilegal, Garis Pantai Pulau Sebatik Bergeser 60 Meter, Rumah Terancam Hilang
Mengatasi masalah itu, pihaknya terus mengupayakan pembangunan tanggul laut dan pengamanan abrasi pantai.
Salah satu di antaranya tanggul banjir rob yang sudah digarap di Pekalongan dan Kota Semarang.
“Di Kota Pekalongan itu sudah 55 persen pekerjaan, target tahun ini selesai sepanjang 1,8 km tanggul pantai. Kalau di Sungai Loji 7,5 km kemudian Sungai Banger 7,1 kilometer,” bebernya.
Sementara pembuatan tanggul di Kabupaten Pekalongan sudah ia tangani sejak 2017 sampai 2019.
Adek menilai permasalahan banjir rob, di mana air laut masuk daratan terjadi karena daerah pantai utara pulau Jawa, khususnya pantura Jateng telah mengalami penurunan muka tanah atau land subsidence.
“Kalau di semarang udah 7,5 sentimeter per tahun tanah turun. Di sisi lain permukaan laut naik karena climate change, perubahan suhu global. Kenaikan muka laut di seluruh dunia rata-rata 3 milimeter,” ungkapnya.
Baca juga: Polisi: Garis Pantai Pesisir Banten yang Panjang Jadi Pintu Masuk Penyelundupan Narkoba
Lebih lanjut, anggota DPD RI Dapil Jateng, Abdul Kholik menegaskan perlu upaya mitigasi lintas sektor guna mengantisipasi permasalahan banjir rob di Jateng.
"Kita prakirakan pada tahun tahun 2035 nanti, kondisi geografis di Jateng akan semakin berat. Maka hari ini, kita merancang langkah-langkah agar bisa mengatasi banjir pada tahun 2035 nanti," kata Abdul.
Langkah-langkah tersebut, di antaranya mengusulkan pencegahan penurunan permukaan tanah dan pengurangan penggunaan air tanah.
"Pastinya dari hulu hingga hilir. Pertama bisa dengan membangun sumur resapan, karena ternyata di Kota Semarang baru melakukan tahun lalu, sekitar 1.500 sumur resapan. Namun sudah berhenti, ini kan sayang, mestinya kan ini dilanjutkan," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.