Camat Sepaku Waluyo mengaku tidak mengetahui pola pemberitahuan nilai ganti rugi lahan warga yang dilakukan secara tertutup.
“Saya ini baru menjabat (camat), jadi belum dampingi secara langsung pembebasan lahan warga. Jadi saya enggak tahu pola sebelumnya, mungkin camat lama tahu. Nanti tahap selanjutnya ini baru saya dampingi," kata dia.
Pun, kata dia, sejak menjabat sebagai camat warga belum menyampaikan keluhan itu ke dirinya.
Sejak kebun miliknya dibebaskan, Hamidah kini menganggur di rumah. Dia mengeluh tak ada lagi penghasilan setelah kebun satu-satunya itu diambil pemerintah untuk IKN.
Sementara itu, ia harus menghidupi anak perempuan semata wayang dan dua cucunya. Putrinya itu sudah cerai dengan suaminya. Kebutuhan putrinya dan keduanya jadi tanggungan Hamidah.
Saat di kantor camat, Hamidah tak punya pengetahuan yang cukup untuk meminta kebunnya diganti lahan baru saat berhadapan dengan petugas, Desember lalu.
Baca juga: Cerita Warga di IKN, Tak Tahu Harga Ganti Rugi hingga Terpaksa Serahkan Lahannya kepada Pemerintah
Hal itu diatur dalam Pasal 76 Peraturan Pemerintah (PP) 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Bahwa ganti rugi lahan tak hanya berupa uang, bisa berupa tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Hamidah mengaku tidak berani minta lahan jika sendirian. "Semua terima duit, saya pun ikut. Enggak berani minta lahan, Pak, apalagi saya sendiri," kata dia.
Soal tawaran ganti lahan, kata Thomy, pernah disosialisasikan di awal-awal usai batas KIPP dipatok. Thomy mengaku rutin mengikuti pertemuan sebagai warga terdampak KIPP sehingga mengetahui informasi itu.
Namun, menurut Thomy, sampai saat ini tidak ada lahan yang disiapkan buat relokasi warga yang kehilangan lahannya untuk KIPP IKN alias omong kosong.
"Mana lahannya? Enggak ada. Ibu Hamidah itu menjadi contoh, terpaksa meninggalkan kampungnya (di lokasi IKN) karena kehilangan lahan,” ungkap Thomy sedikit kesal.
Baca juga: Cerita Kades di Sekitaran IKN, Mengaku Didatangi Aparat Usai Laporkan Tambang Ilegal
"Kami sudah tanya lahannya saat musyawarah tapi jawaban petugas kadang engga nyambung. Kalau begitu malas sudah warga bertanya," tambah dia.
Thomy mengatakan karena minim pendidikan, rata-rata warga yang terkena dampak KIPP bersikap sama seperti Hamidah, pasrah terima keputusan soal nilai ganti rugi lahan, tanpa negosiasi. Terlebih, saat diberitahu petugas jika menolak uangnya dititip di Pengadilan. Bagi Thomy, itu seperti intimidasi.
“Kasihan sekali nasib bu Hamidah. Kebun sudah diambil. Tinggal rumah satu-satunya ibu ini. Itu pun mau diambil juga (dibebaskan). Ibu Hamidah ini masih bertahan sementara saja, kalau sudah dibayar rumahnya, dia mau pindah enggak tinggal di sini lagi,” pungkas Thomy.