Kini, Hamidah tak punya penghasilan apa-apa. Suaminya telah lama meninggal. Ia tinggal bersama anak perempuan yang juga cerai suaminya dan dua cucu. Hamidah mengandalkan uang ganti rugi yang diberikan pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari.
“Kita sekarang usaha enggak bisa, panen sawit enggak bisa, apa-apa enggak bisa. Enggak ada lagi penghasilan, dari mana lagi. Mau kerja ke mana, mau panen apa," keluh Hamidah.
Hamidah berencana keluar dari lokasi IKN, pindah ke kabupaten lain untuk memulai kehidupan baru. Uang ganti rugi yang diterima, bakal ia gunakan membeli lahan baru di Grogot, Kabupaten Paser, tempat tinggal orangtuanya dulu.
Baca juga: Progres Bendungan Sepaku Semoi Pemasok Air ke IKN Sudah 85 Persen, Target Juni 2023 Mulai Operasi
Sebab, ia tak mampu membeli harga lahan di sekitar IKN sudah melonjak tinggi hingga Rp 2 juta-Rp 3 juta per meter, sedangkan harga ganti rugi lahan warga hanya berkisar Rp 115.000 sampai Rp 300.000 per meter persegi.
Kini, Hamidah hanya menunggu pembayaran rumah dan lahan yang ia tempati. Tim penilai pembebasan lahan KIPP IKN sudah mengukur lahan di rumah Hamidah dengan luas sekitar 400 meter persegi. Hamidah belum mengetahui total ganti rumahnya itu.
“Setelah pemerintah bayar rumah ini baru kami pindah ke tinggal di Grogot. Menetap di sana,” kata dia.
Thomy khawatir mengalami nasib seperti Hamidah. Sebab, kebun miliknya seluas 13.880 meter persegi yang sudah bersertifikat dan lahan rumah seluas 917 meter persegi juga hendak dibebaskan pemerintah dan terancam kehilangan tempat tinggal.
“Tapi warga masih protes soal harga ganti rugi, makanya sempat setop setelah Bu Hamidah mereka terima (duit). Saya belum dapat giliran, kalau harga enggak sesuai saya minta ganti lahan aja," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.