Adapun gempa magnitudo 7,5 itu berpusat di Laut Banda pada kedalaman 130 km di bawah permukaan laut.
Herfien menjelaskan, gempa bumi yang terjadi Tanimbar merupakan jenis gempa dengan model thrusting atau biasa disebut sebagai patahan naik dari subduksi laut Banda. Hal ini bisa dilihat dari analisis lokasi hiposenter dan kedalamannya.
“Dari model jenis gempa tersebut akan menyebabkan kenaikan atau uplift dan juga bisa menyebabkan penurunan atau subsidence di sisi yang lain," kata dia.
Dia juga memberikan contoh lainnya saat gempa terjadi Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat itu, gempa mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok sebanyak 25 centimeter jika dilihat dari peta satelit.
“Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca gempa bumi yang menyebabkan defromasi regional,” katanya.
Baca juga: BPBD Maluku Sebut Tak Ada Korban Tewas akibat Gempa M 7,5 di Tanimbar, 8 Luka-luka
Ia menambahkan, fenomena kemunculan pulau baru akibat dampak dari gempa bumi di Tanimbar itu tidak menyebabkan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa adanya longsoran skala massif, gerakan tanah disertai likuifaksi, serta tsunami.
Terkait keresahan warga di wilayah itu, Hirfien mengakui Laut Banda dan wilayah di sekitar kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami.
Menurutnya, dari catatan Badan Geologi kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar Laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938, dan 1975.
Meski begitu, ia mengimbau masyarakat di wilayah tersebut agar tetap tenang dan tidak percaya kepada isu yang tidak bertanggung jawab.
“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan dari BPBD atau BMKG setempat. Jangan terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.