Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota ITERA

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ITERA. Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi

Pelajaran dari LRT Palembang

Kompas.com - 04/01/2023, 10:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LRT (light rapid transit) Palembang menjadi LRT pertama di Indonesia. Semenjak Januari 2019, mulai beroperasi penuh melayani masyarakat.

Setelah hampir 3-4 tahun diragukan manfaatnya dalam sistem pergerakan Kota Palembang (2019-2022), kini keberadaan LRT Palembang masuk dalam babak baru setelah muncul feeder berupa mikrolet yang dioperasionalkan secara modern dan mengutamakan kenyamanan pengguna.

Sistem pembayarannya menggunakan QRIS dan hanya akan mengangkut 8-9 penumpang dalam setiap perjalanannya.

Angkot feeder LRT yang disiapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memaksimalkan Gerakan Nasional Kembali ke Angkutan Umum (GNKAU) di Palembang, Sabtu (10/12/2022).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Angkot feeder LRT yang disiapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memaksimalkan Gerakan Nasional Kembali ke Angkutan Umum (GNKAU) di Palembang, Sabtu (10/12/2022).
LRT Palembang memang menjadi pertaruhan bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), apakah mampu membangun transportasi modern di luar Jawa untuk melayani kota-kota Metropolitan di luar Jabodetabek bahkan di luar Pulau Jawa.

Sebab LRT Palembang bukanlah melayani kebutuhan pergerakan. Namun, menciptakan sistem pergerakan baru (to create demand).

Di sinilah letak dari tantangan transportasi perkotaan di Indonesia secara umum. Pola pergerakan yang sangat acak dan atomization (individual) telah melahirkan ketidakteraturan pola pergerakan.

Sehingga mengubahnya menjadi massification (masal) dan teratur menjadi tantangan yang sangat kompleks.

Jika tidak dilakukan secara sistematis dan integratif, maka secara finansial, transportasi publik akan terus menelan biaya besar dalam pembangunan dan pengoperasionalannya.

Akan tetapi, jika tepat dalam membangun sistem layanannya, maka mengoperasionalkan transportasi publik akan menjadi relatif mudah dan menimbulkan keteraturan sistem pergerakan.

Secara tidak langsung juga akan menghadirkan sistem ekonomi baru bagi kota dan pemerintah kota. Sebab setiap kota memiliki jutaan perjalanan per hari. Setiap pergerakan memiliki nilai dalam rupiah.

Jika dapat diakumulasi dalam sistem pergerakan perkotaan terpadu, yang disertai dengan pembangunan stasiun ataupun terminal yang dilengkapi dengan kegiatan komersial dan layanan pemerintah, maka perputaran uang dalam sistem transportasi dan kegiatan pendukungnya akan menjadi income generate banyak pihak dan bisa menjadi sumber pajak baru bagi pemerintah.

Hal ini juga akan menjadi sumber kegiatan ekonomi baru bagi masyarakat sekitarnya. Inilah sesungguhnya yang menjadi cikal bakal munculnya konsep TOD (transport oriented development) dan LVC (land value capture).

Ketika pembangunan sarana dan prasarana berdampak pada kemunculkan kegiatan ekonomi baru dan menjadi sumber pendapatan baru bagi pemerintah, manfaat pembangunannya dilihat oleh masyarakat sebagai peluang untuk membuat usaha baru bagi mereka.

Usaha masyarakat inilah yang akan melahirkan aktivitas ekonomi baru dan sumber pendapatan baru bagi pemerintah (pajak).

Membangun LRT memang membutuhkan biaya yang sangat besar. LRT Palembang  membutuhkan biaya hingga Rp 10,9 Triliun untuk membangun rute sepanjang 24,5 Km dengan 13 stasiun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com