Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota ITERA

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ITERA. Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi

Pelajaran dari LRT Palembang

Kompas.com - 04/01/2023, 10:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Artinya, secara keseluruhan dibutuhkan dana hingga sekitar Rp 450 Miliar per Km. Proses pembangunannya membutuhkan waktu 3-4 tahun (2015-2018).

LRT Palembang cukup cepat proses pembangunannya karena ditujukan untuk melayani kegiatan Asian Games 2018. Setelahnya ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem transportasi perkotaan Palembang secara berkelanjutan.

Seandainya saja tidak ada pendorong percepatan pembangunan LRT Palembang berupa even internasional seperti itu, maka prosesnya bisa saja mangkrak seperti monorel Jakarta yang dirintis medio 2004.

Di situlah pemerintah belajar bahwa pembangunan angkutan umum serupa LRT maupun MRT memang tidak akan feasible dari sisi bisnis sehingga tidak bisa mengharapkan swasta murni untuk membangunnya seperti monorel Jakarta. Di dalamnya tetap harus ada campur tangan pemerintah secara langsung.

Itulah sebabnya pembangunan angkutan umum berbentuk MRT maupun LRT, dan apalagi seperti KA cepat (HST) tidak bisa ditawarkan kepada swasta untuk membangunnya.

Penyebabnya adalah biaya pembangunannya yang sangat mahal dan pasar (pengguna) belum terbentuk.

Sebab yang ada adalah menciptakan penggunaan angkutan umum. Bukan melayani dan memfasilitasi pola pergerakan yang sudah ada.

Sehingga dari sisi investasi tidak akan menarik, apalagi jika model investasi swasta yang pendanaannya bersumber dari perbankan. Dari sisi bisnis tidak akan mungkin menarik.

Dan persoalan supply and demand dalam sistem transportasi perkotaan di Indonesia sangat kompleks apalagi jika nanti dikaitkan dengan struktur tata ruang perkotaan yang menciptakan pergerakan acak.

Hal ini yang menuntut pembangunan transportasi publik harus sistematis dan integratif. Sistematis maksudnya dibangun dengan tahapan yang tepat, proses yang benar dan jika dibangun bertahap maka tahapanya harus tepat dan jelas.

Integratif maksudnya adalah terkoneksi dari pola perjalanan individual (berjalan kaki dan menggunakan non motoried transport), ke penggunaan bus/mikrolet untuk dibawa ke main transportation berupa kereta api (LRT/MRT).

Jadi artinya, keberadaan LRT/MRT dalam sistem transportasi perkotaan adalah alat angkut utama pergerakan orang.

Sifatnya yang massal sangat tepat untuk menjadi alat transportasi utama perkotaan. Karena menjadi rute utama dan bersifat massal, maka harus ditopang oleh transportasi penghubung (feeder). Seperti yang sekarang ini diterapkan di Palembang.

Di negara lain, bahkan setiap stasiun juga menjadi terminal. Sehingga ada keterpaduan dalam pengembangan sistem transportasi perkotaannya yang bukan hanya bersifat intermoda (sejenis) bahkan juga intramoda (multi jenis).

LRT Palembang memberikan pembelajaran yang baik bagi pengelola dan pelaksana pembangunan angkutan umum perkotaan di luar Jawa. Bahwa dibutuhkan keterpaduan antarangkutan umum wilayah perkotaan.

Karena sifat pergerakan warga kota adalah atomization (individual) dan sangat acak, maka untuk memperbaikinya dibutuhkan sistem angkutan umum yang kuat dan terintegrasi.

Sistem transportation network harus dibuat dengan memperhatikan pembenahan pada struktur tata ruang kota yang menciptakan pergerakan.

Untuk itu, menyatunya rekayasa transportasi dengan rekayasa tata ruang sangat diperlukan, untuk menciptakan demand pergerakan. Dengan begitu, supply akan mendapatkan pembenarannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com