JAMBI, KOMPAS.com - Memasuki musim hujan, Ardito, petani dari Desa Gerabak Kecamatan Batangasai, Jambi, bergegas memanen padi pagi itu. Jika terlambat, yang dikhawatirkan sawahnya kebanjiran.
Ardito berkata, saluran irigasi yang mengelilingi sawah miliknya sudah rusak karena aktivitas penambang emas ilegal. Hal ini membuat sawah di kampungnya kerap terendam banjir setiap kali musim hujan tiba.
“Banjir sekarang berbeda dengan dulu. Air cepat sekali naik ke area sawah dan merendam rumah-rumah. Saya pernah gagal panen karena banjir,” kata Ardito dengan nada kesal.
Kala banjir datang, semua rumah di bantaran Sungai Batangasai tenggelam. Ratusan hektar sawah terendam dan gagal panen. Ia menduga banjir besar yang mereka hadapi setiap tahun, lantaran sungai sudah dangkal akibat penambangan emas ilegal.
Baca juga: Cerita Datuk Syafar, Penjaga Hutan Adat Talun Sakti Jambi dari Gempuran Penambang Emas Ilegal
Manager Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf mengatakan penambangan emas yang mengeruk alur sungai, sempadan sungai, dan menghilangkan tutupan hutan di atasnya jelas sangat berbahaya secara ekologi.
Tindakan ini menimbulkan bencana banjir dan longsor. Daerah-daerah yang dulunya tidak mengalami banjir parah, sekarang sangat mudah mengalami banjir. Sedimentasi karena penambangan emas membuat sungai dangkal.
“Tidak hanya banjir biasa. Aktivitas penambangan emas, membuat Kecamatan Batangasai dan Limun berpotensi mengalami banjir bandang. Ini yang paling menakutkan karena bisa mendatangkan korban jiwa,” kata Rudi kepada Kompas.com di kantornya, 16 November 2022.
Ia mengatakan berdasarkan catatan akhir tahun 2021 KKI Warsi, bencana ekologis beberapa kali terjadi di Jambi. Tercatat 20 kali banjir di Kota Jambi, Batanghari, Muarojambi, Sarolangun dan Kerinci.
Bencana hidrologi yang terjadi di Provinsi Jambi mengakibatkan dua orang meninggal dunia, 6.265 rumah terendam, 635 hektar lahan terendam.
Baca juga: Maraknya Tambang Batu Bara Ilegal di Kaltim, Kebun Pun Ditambang Tanpa Sepengetahuan Pemilik
Sementara itu, Khairul Asrori Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Jambi menuturkan, banjir juga mengancam ekonomi masyarakat. Lantaran banjir merendam ratusan hektar sawah, yang membuat gagal panen.
Tahun lalu, kata dia, sawah seluas 3.529 hektar di Provinsi Jambi, mengalami gagal panen karena dilanda banjir.
Di antara ribuan hektar itu, 137,5 hektar lahan sawah berada di Kota Jambi. Lalu, 486 hektar di Kabupaten Batanghari, 214 hektar di Kabupaten Bungo, 60 hektar di Kabupaten Tebo, 46 hektar di Kota Sungai Penuh, dan sisanya Kabupaten Sarolangun, Merangin dan Muaro Jambi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.