MEDAN, KOMPAS.com - Peninjauan Kembali (PK) kasus suap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari kepada mantan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin ditolak, 19 Juli 2021.
Artinya, Eldin harus menjalani hukumannya karena terbukti menerima suap untuk perjalanan dinasnya ke Jepang.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Abdul Azis, 11 Juni 2020, menjatuhkan vonis enam tahun penjara, denda Rp 500 juta dan subsider empat bulan kurungan kepada Dzulmi Eldin.
"Hak politik terdakwa juga dicabut selama empat tahun setelah bebas nanti," kata Abdul Aziz dalam sidang virtual di PN Medan, Kamis (11/6/2020).
Baca juga: KPK Eksekusi Wali Kota Medan Nonaktif Dzulmi Eldin ke Lapas Tanjung Gusta
Mendengar putusan tersebut, terdakwa melalui Ketua Tim Penasihat Hukumnya Junaidi Matondang dan Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Siswandono kompak mengatakan pikir-pikir.
Vonis Eldin lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut tujuh tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan subsider enam bulan kurungan, serta mencabut hak politiknya selama lima tahun.
Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Medan Nomor 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN Mdn terungkap, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan BUMD Kota Medan secara teratur menyerahkan iuran kepada Eldin.
Sedangkan pengepulnya Syamsul Fitri, pengutipnya Andika Suhartono. Adapun kode yang digunakan "satu kosong" atau "dua kosong". Ini sekaligus jumlah iuran yang harus diberikan yaitu Rp 10 juta dan Rp 20 juta.
Fakta persidangan menyebut, ada 19 pimpinan OPD yang menyerahkan uang.
Mereka adalah Iswar, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan yang memberikan uang pribadinya Rp 237 juta dalam empat tahap.
Lalu Kepala Badan Pengelolan Pajak dan Retribusi Daerah Pemkot Medan Suherman, enam kali memberikan uang dengan total Rp 220 juta.
Kemudian, Khairunisa Mozasa, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan dan Anak, memberikan uang Rp 70 juta.
Ada juga nama Sekretaris Dinas Pendidikan Abdul Johan memberikan uang sebanyak Rp 100 juta. Benny Iskandar, Kadis Perkim Rp 50 juta, dan mantan Kadis Kesehatan Edwin Effendi Rp 30 juta.
Kadis Perdagangan Dammikrot memberi uang sebesar Rp 40 juta. Muhammad Husni selaku Kadis Kebersihan dan Pertamanan Rp 40 juta.
Baca juga: KPK Tetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai Tersangka
Kadis Koperasi dan UKM Edliati Rp 30 juta. Qamaarul Fattah, Kadis Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Rp 10 juta. Usma Polita Nasution, Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Rp 80 juta.
Ikhsar Risyad Marbun, Kadis Pertanian Rp 30 juta. Kadis Lingkungan Hidup Armansyah Lubis Rp 20 juta. Kepala PD Pasar Rusdi Sinuraya Rp 35 juta.
Emilia Lubis, Kadis Ketahanan Pangan Rp 30 juta. Kepala BPKAD M Sofyan Rp 10 juta. Mantan Kadis Pariwisata, Agus Suriyono Rp 50 juta. Suryadi Panjaitan, Direktur RS Pirngadi Rp 80 juta.
Terakhir, Renward Parapat, Asisten Administrasi Umum Pemkot Medan, memberikan uang dua kali melalui Andika Suhartono dengan total Rp 15 juta.
"Pemberian uang dilakukan dengan beragam motif. Berdasarkan pengakuan dari pimpinan OPD, pertama karena mempertahankan jabatan. Kedua loyalitas, ketiga takut sama atasan, keempat patuh perintah dan kelima membantu Dzulmi Eldin," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Ismail Lubis, Senin (10/10/2022).
Menurut Ismail, pemberian uang merupakan tindak pidana korupsi dalam kategori suap dan gratifikasi. Tidak ada kewajiban bagi siapapun untuk memberikan uang karena Dzulmi Eldin seorang pejabat.
"Walau tujuannya dikamuflase, tapi bisa dilihat bahwa tindakan memberikan uang untuk mengamankan jabatan si pemberi uang," imbuhnya.