PEKANBARU, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menangkap seorang buronan kasus korupsi bernama Arya Wijaya (47).
Koruptor yang merugikan negara Rp 35,2 miliar ini ditangkap setelah enam tahun diburu Korps Adhyaksa.
Pantauan Kompas.com, terdakwa Arya Wijaya tiba di gedung Kejati Riau pukul 15.30 WIB. Terdakwa memakai rompi oranye dan dikawal petugas menuju tahanan.
Baca juga: Sempat Teror Warga, Harimau Sumatera di Bengkalis Riau Bakal Terusir dari Rumahnya
Arya Wijaya merupakan terdakwa kasus kredit fiktif pada bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Riau Akmal Abbas mengatakan, buronan korupsi itu ditangkap di rumahnya di Jakarta Selatan, Kamis (21/4/2022).
"Terdakwa ini ditangkap setelah kita mengetahui keberadaannya. Terdakwa sudah enam tahun buronan, sejak kabur pada saat akan dieksekusi pada 2016," kata Akmal dalam konferensi pers yang diikuti Kompas.com, Jumat (22/4/2022).
Baca juga: Jaksa Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Diamuk Massa di Pekanbaru, Ini Kata Kejati Riau
Akmal menjelaskan, kasus kredit fiktif di bank tersebut terjadi pada 2003 silam.
Terdakwa Arya Wijaya adalah Direktur Saras Perkasa. Ia selaku debitur bank tersebut.
Dalam kasus ini, kejaksaan sebelumnya telah menangkap dan memenjarakan tiga bos bank BUMD itu, yakni Zulkifli Thalib selaku Direktur Utama, Bukhari Rahim selaku Direktur Pemasaran, dan Yumadris selaku pimpinan bank BUMD cabang Batam.
Ketiga terpidana ini sudah menjalani hukuman.
Sementara, Arya Wijaya selaku debitur dalam persidangan bebas dari tuntutan di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Jaksa penuntut umum (JPU) kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
MA akhirnya memutuskan bahwa terdakwa Arya Wijaya bersalah dan harus dihukum atas perbuatan korupsi yang dilakukannya.
"Terdakwa dipidana penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar, subsidair 6 bulan kurungan," sebut Akmal.
Terdakwa juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 35,2 miliar.
Apabila terdakwa tidak dapat membayar, maka harta benda akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti itu.
Namun, terdakwa kabur setelah dinyatakan bersalah.
Untuk diketahui, terdakwa dalam kasus ini terseret karena menyetujui pengambilalihan (take over) kredit bermasalah kepada PT Saras Perkasa.
Direktur PT Saras Perkasa, Arya Wijaya kemudian mengajukan kredit kepada bank tersebut untuk proses pengalihan kredit pembangunan tersebut, dan terdakwa membantu proses kreditnya.
Arya Wijaya meyakinkan akan meneruskan bangunan mal di Kepri dan meminta penambahan kredit Rp 55 miliar dengan jaminan cash collateral berupa deposito sejumlah Rp 100 miliar.
Karena jaminan itu tidak diserahkan, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp 35,2 miliar. Syarat take over itu menerabas aturan yang berlaku.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.