KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tangah Ganjar Pranowo mengikuti prosesi penyatuan air dan tanah di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nuasantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam paser Utara (PPU) Kalimantan Timur.
Dalam prosesi tersebut Ganjar membawa air dan tanah dari dua gunung di Jawa Tengah.
Air yang dibawa berasal dari Pertapaan Bacolono di Lereng Gunung Lawu tepatnya di Desa Gondosuli, Kecamatan Tamangwangu, Kabupaten Karanganyar.
Namun belakangan diketahui bahwa sumber air masuk tersebut masuk wiyah Jawa Timur.
Baca juga: PPKM Level 4, Tidak Ada Tradisi Malam 1 Suro di Gunung Tidar Magelang
Di Pertapaan Bancolono terdapat dua sumber mata air yang disakralkan yakni Sendang Lanang (pria) dan Sendang Wedok (perempuan).
Sejak abad ke-11 masehi, sumber air yang berada di lereng Gunung Lawu tersebut menjadi tempat yang dikeramatkan masyarakat sekitar.
Masyarakat memanfaatkan air di sendang tersebut untuk bersuci sebelum melakukan ritual. Selain itu, diceritakan raja terakhir Majapahit memilik menenangkan diri di pertapaan Bacolono.
Hal tersebut diperkuat dengan keberadaan tiga candi yang dibangun di masa akhir kejayaan Mahapahit yakni Candi Sukuh, Candi Cetho dan Candi Kethek.
Sementara tanah yang dibawa ke IKN diambil dari Gunung Tidar, Kota Magelang yang diyakini sebagai pusat tanah Jawa.
Baca juga: Lokasi yang Pernah Dijadikan Tempat Ritual Keraton Agung Sejagat: Dieng hingga Gunung Tidar
Dikisahkan Syech Subakir adalah orang yang menanam paku yang berisi Rajah Kalacakra di Puncak Tidar untuk mengusir segala balak, marabahaya baik dari manusia maupun makhlus halus.
Salah satu pegiat budaya magelang yang juga konsern terhadap eksistensi budaya Tidar, Bambang Eka Prasetya bercerita jika Syekh Subakir merupakan leluhur sekaligus salah satu penyebar agama Islam di Jawa Tengah yang berasal dari Persia.
“Konon ia menemukan daratan Magelang ratusan tahun lalu, ia menancapkan sebuah prasasti yang sarat akan makna bagi para penerusnya yaitu masyarakat Magelang khususnya, dan masyarakat Indonesia, bahkan dunia pada umumnya,” ujar Bambang di pembukaan Festival Tidar 2016, Jumat (9/12/2016).
Baca juga: Populasinya Melonjak, Ratusan Kera di Gunung Tidar Akan Dipindah
Saat meninggal Syech Subakir kemudian dimakamkan di Gunung Tidar beserta tombaknya.
Fikha Nada Naililhaq dalam jurnal yang berjudul Kearifan Lokal Bertajuk Religi dalam Mite Gunung Tidar: Kajian Antropologi Sastra menulis Gunung Tidar bukanlah gunung dalam arti sesungguhnya.