Salin Artikel

Gunung Tidar dan Kisah Syekh Subakir

Dalam prosesi tersebut Ganjar membawa air dan tanah dari dua gunung di Jawa Tengah.

Air yang dibawa berasal dari Pertapaan Bacolono di Lereng Gunung Lawu tepatnya di Desa Gondosuli, Kecamatan Tamangwangu, Kabupaten Karanganyar.

Namun belakangan diketahui bahwa sumber air masuk tersebut masuk wiyah Jawa Timur.

Di Pertapaan Bancolono terdapat dua sumber mata air yang disakralkan yakni Sendang Lanang (pria) dan Sendang Wedok (perempuan).

Sejak abad ke-11 masehi, sumber air yang berada di lereng Gunung Lawu tersebut menjadi tempat yang dikeramatkan masyarakat sekitar.

Masyarakat memanfaatkan air di sendang tersebut untuk bersuci sebelum melakukan ritual. Selain itu, diceritakan raja terakhir Majapahit memilik menenangkan diri di pertapaan Bacolono.

Hal tersebut diperkuat dengan keberadaan tiga candi yang dibangun di masa akhir kejayaan Mahapahit yakni Candi Sukuh, Candi Cetho dan Candi Kethek.

Sementara tanah yang dibawa ke IKN diambil dari Gunung Tidar, Kota Magelang yang diyakini sebagai pusat tanah Jawa.

Dikisahkan Syech Subakir adalah orang yang menanam paku yang berisi Rajah Kalacakra di Puncak Tidar untuk mengusir segala balak, marabahaya baik dari manusia maupun makhlus halus.

Salah satu pegiat budaya magelang yang juga konsern terhadap eksistensi budaya Tidar, Bambang Eka Prasetya bercerita jika Syekh Subakir merupakan leluhur sekaligus salah satu penyebar agama Islam di Jawa Tengah yang berasal dari Persia.

“Konon ia menemukan daratan Magelang ratusan tahun lalu, ia menancapkan sebuah prasasti yang sarat akan makna bagi para penerusnya yaitu masyarakat Magelang khususnya, dan masyarakat Indonesia, bahkan dunia pada umumnya,” ujar Bambang di pembukaan Festival Tidar 2016, Jumat (9/12/2016).

Saat meninggal Syech Subakir kemudian dimakamkan di Gunung Tidar beserta tombaknya.

Fikha Nada Naililhaq dalam jurnal yang berjudul Kearifan Lokal Bertajuk Religi dalam Mite Gunung Tidar: Kajian Antropologi Sastra menulis Gunung Tidar bukanlah gunung dalam arti sesungguhnya.

Gunung Tidar adalah sebuah bukit setinggi 503 meter dari permukaan laut yang berada di tengah Kota Magelang, tepatnya di Desa magersari, Kota Magelang, Jawa Tengah.

Gunung Tidar memiliki daya tarik sendiri dan wisatawan yang berkunjung kebanyakan melakukan wisata rohani atau wisata religi.

Kyai Sepanjang adalah makam tombak milik Syech Subakir. Tombak pusaka tersebut digunakan Syech Subakr untuk mengusir demit di Tanah Jawa.

Sementara Tugu Puseran Bumi dipercaya sebagai titik tengah Pulau Jawa yang terletak di tengah tanah lapang yang luas di atas Gunung Tidar.

Selain itu tugu tersebut terletak di tengah di antara situs-situs yang ada di Gunung Tidar.

Dua situs di bawah tugu pusaran yaitu makam Syekh Subakir dan Kyai Sepanjang, sedangkan
yang berada di atas tugu pusaran yaitu tugu Akmil dan makam Kyai Semar.

Dalam mite Gunung Tidar diceritakan Syech Subakr diajak Eyang Ismoyo ke Alas Purwo tempat padepokan agung miliknya.

Syech Subakir kemudian diminta untuk mengharumkan kedua sumur yang berbau busuk. Hal itu harus dilakukan agar Subakir bisa menetap di sekitar Gunung Tidar.

Ia pun melakukan ritual dan membaca doa-doa yang diambil dari kitab suci hingga akhirnya air sumur berubaha menjadi wangi.

Setelah mengubah bau sumur menjadi wangi, Subakir kembali ke Gunung Tidar dan melakukan ritual yang sama serta membaca doa-daoa,

Dikisahkan saat itu Pulau Jawa masih belum stabil. Layaknya perahu di lautan, pulau Jawa masih goyah dan bisa karam jika ada gelombang.

Ia pun terus berdoa untuk menentramkan bumi tanah Jawa dengan bantuan tombak pusaka yang diringi doa-doa,

Fikha Nada Naililhaq menulis mite dalam kisah tersebut adalah menceritakan simbol kehidupan.

"Kedua sumur tersebut mempunyai arti dua kehidupan yang berbeda. Satu sumur yang berbau harum menandakan kehidupan manusia, sementara sumur yang berbau busuk menandakan kehidupan jin dan setan. Hal tersebut menandakan bahwa antara kehidupan manusia dan jin yang lebih tinggi derajat maupun kedudukan adalah manusia," tulis dia.

"Adanya dua kehidupan tersebut untuk menyejajarkan kehidupan di dunia serta untuk keseimbangan alam. Dimana ada harum pasti akan ada bau busuk, dan dimana ada orang baik pasti ada orang jahat. Maka dari itu, manusia harus berhati-hati dalam bertindak," tambah ia.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/17/121200278/gunung-tidar-dan-kisah-syekh-subakir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke