Saat itu Belanda mengangkat seorang komisaris di Palembang bernama Herman Warner Muntinghe.
Muntinghe berhasil mendamaikan situasi politik di Kesultanan Palembang, dimana Sultan Mahmud Badaruddin II bisa berkuasa penuh kembali.
Suatu hari, Muntinghe melakukan inspeksi ke wilayah pedalaman Palembang. Sampai di Muara Rawas, Muntinghe diserang oleh pengikut Sultan Mahmud Badaruddin II.
Setelah itu, Muntinghe meminta Sultan Mahmud Badaruddin II untuk menyerahkan putra mahkotanya.
Tuntutan itu dilakukan agar Sultan Mahmud Badaruddin II tetap setia kepada Belanda.
Sultan tidak menggubris tuntutan Belanda. Sebaliknya, Sultan justru menyerang BElanda.
Pertempuran dengan Belanda ini dikenal dengan Perang Menteng yang pecah pada 12 Juni 1819.
Pada awal peperangan, Sultan Mahmud Badaruddin II dan pasukan mendapatkan kemenangan.
Sebaliknya, Belanda dipimpin Muntinghe justru mengalami kekalahan dengan banyaknya pasukan yang tewas.
Sultan Mahmud Badaruddin II sudah memperhitungkan adanya balasan dari Belanda.
Maka Sultan melancarkan strategi dengan turun tahta dan anaknya dinobatkan sebagai Sultan Palembang.
Awalnya strategi itu berhasil menghalau serangan balik Belanda.
Namun pada 24 Juni 1821, Belanda melakukan serangan mendadak pada dini hari, saat warga Palembang sedang makan sahur.
Serangan dadakan itu berhasil. Belanda menguasai Palembang dan menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II.
Sultan dibuang ke Ternate dan meninggal dunia di sana pada 26 September 1852.
Sultan Mahmud Badaruddin II ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 29 Oktober 1984.
Sumber:
UNY.ac.id