KOMPAS.com - Buya Hamka merupakan salah satu sosok penting dalam sejarah masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Hamka singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini adalah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Semasa hidup, Buya Hamka meniti karir sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Selain itu dia juga terlibat dalam politik bersama Partai Masyumi.
Baca juga: Peristiwa Bersejarah 14 Februari: Pemberontakan PETA terhadap Jepang
Buya Hamka juga merupakan Ketua MUI atau Majelis Ulama Indonesia yang pertama, dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah.
Saat revolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Buya Hamka turut bergerilya di Sumatera Barat, bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK).
Nama asli Buya Hamka adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Hamka sendiri merupakan nama pena yang dia gunakan, sedangkan buya merupakan panggilan kehormatan kepada ahli agama dalam tradisi Minangkabau.
Buya Hamka lahir pada tanggal 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, yang saat ini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Agam, Sumatera Barat.
Hamka lahir dari keluarga ulama. Ayahnya yaitu Abdul Karim Amrullah berjuluk “Haji Rasul” dikenal sebagai pembaharu Islam di Minangkabau.
Sejak kecil, Hamka sudah mendapatkan pendidikan agama serta sastra dari lingkungan keluarganya saat di Maninjau.
Baca juga: 8 Kiai Bergelar Pahlawan Nasional, Ada KH Hasyim Asyari hingga KH Ahmad Dahlan
Memasuki usia 4 tahun, Hamka dan keluarga pindah ke Padang Panjang. Di sini, Hamka belajar membaca Al-Quran dan bacaan shalat yang dibimbing kakak tirinya.
Saat berusia 7 tahun, Hamka mulai menempuh pendidikan di Sekolah Desa setiap pagi.
Sementara sore harinya, Hamka mengikuti pendidikan agama di Diniyah School yang dirintis Zainuddin Labay El Yunusy untuk menggantikan sistem berbasis surau.
Namun tiga tahun berselang Hamka keluar dari Sekolah Desa. Oleh ayahnya, dia dimasukkan ke Thawalib.
Thawalib sendiri merupakan sebuah organisasi keislaman paling awal di Indonesia.