PEKANBARU, KOMPAS.com - Ahli pidana dan ahli perbankan dihadirkan dalam sidang kasus investasi bodong senilai Rp 84,9 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau, Senin (24/1/2022).
Dalam sidang tersebut, kelima terdakwa juga dihadirkan oleh jaksa.
Adapun empat orang terdakwa merupakan keluarga konglomerat Salim, yakni Agung Salim, Elly Salim, Bhakti Salim, dan Christian Salim.
Mereka adalah bos dari perusahaan group Fikasa.
Baca juga: Sidang Investasi Bodong Rp 84,9 Miliar di Pekanbaru, Pengacara Debat dengan Dokter
Sedangkan satu terdakwa lainnya adalah Maryani, yang bertugas mencari nasabah di Kota Pekanbaru.
Mereka diduga melakukan penipuan dengan modus investasi bodong hingga merugikan para korban senilai Rp 84,9 miliar.
Ahli pidana yang dihadirkan adalah Profesor Dr Agus Surono, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila.
Sedangkan saksi ahli perbankan, yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Rouli Anita Velentina.
Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong Rp 84,9 M, Terdakwa Tidur Saat Sidang, Hakim Minta Diawasi Ketat
Agus Surono yang diwawancarai Kompas.com usai sidang mengatakan, di dalam perbuatan korporasi ada beberapa pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban, yakni korporasinya dalam bentuk denda, dan pengurus korporasi dalam sanksi pidana.
"Artinya pengurus korporasi juga bisa dimintai tanggung jawab ketika kemudian apa yang dilakukan dengan penerbitan menghimpun dana dari masyarakat. Kemudian dengan menerbitkan promissory notes tanpa izin dari otoritas yang berwenang, ini bisa dikualifikasikan sebagai satu perbuatan korporasi," kata Agus, Senin.
Menurut Agus, kasus ini tidak hanya bisa dilihat dari aspek hukum pidana perbankan.
Bahkan, ini juga bisa dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Bisa dikaitkan dengan pidana perbankan dan juga bisa delik di dalam KUHP, Pasal 378 tentang penipuan dan Pasal 372 tentang penggelapan," sebut Agus.
Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong Rp 84,9 Miliar di Pekanbaru, 5 Terdakwa Minta Bebas, Ditolak Hakim
Agus meminta masyarakat agar lebih hati-hati terhadap banyaknya modus penipuan.
"Masyarakat tentu harus hati-hati. Dicek dulu perizinan korporasinya, apakah ada izin dari otoritas berwenang dan lainnya. Supaya masyarakat tidak lagi menjadi korban," kata Agus.
Dalam kasus dugaan investasi bodong ini, Agus juga menyoroti problem hukum saat ini, yaitu belum adanya undang-undang terkait perampasan aset.
"Probem hukum kita masih ada lubang, yaitu kita belum punya undang-undang perampasan aset. Nah ini yang harus kita dorong supaya aset-aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana, baik tindak pidana korupsi atau model seperti ini (dugaan investasi bodong) itu bisa ditarik kembali. Artinya, kalau misalnya ada kaitannya dengan aset korban, maka itu dikembalikan kepada korban. Itu yang mesti kita dorong supaya segera diundangkan oleh DPR," kata Agus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.