Beberapa waktu kemudian Ratu Mas melahirkan bayi laki-laki yang sehat dan lincah.
Lahir di lingkungan istana dan berstatus sebagai pewaris tahta membuat Radin Inten II tumbuh menjadi sosok yang cerdas.
Baca juga: Sejarah Surabaya, Kota Pahlawan dengan Pertempuran Ikan Sura dan Buaya yang Melegenda
Pada usia 16 tahun, Radin Inten II pun dinobatkan sebagai ratu dengan gelar Radin Inten II Gelar Kusuma Ratu.
Sejak saat itu, Radin Inten II sudah memberikan sinyal untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Di sisi lain, Belanda juga merasa terancam dengan Radin Inten II. Belanda lantas melakukan politik adu domba di kalangan masyarakat Lampung.
Namun kondisi itu tidak membuat Radin Inten II mengurungkan niatnya. Dia tetap menyiapkan pasukan dan dikonsentrasikan di beberapa benteng.
Merasa perang tidak bisa dihindarkan, Belanda pun mendatangkan pasukan dari Batavia pada 10 Agustus 1856. Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Welson, dan tiba di dermaga Canti keesokan harinya.
Pasukan Welson lantas bergabung dengan pasukan Pangeran Sempurna Jaya Putih. Dia adalah bangsawan Lampung yang membelot dari Radin Inten II dan memilih bergabung dengan Belanda.
Kedatangan pasukan Belanda ini segera diketahui oleh pasukan Radin Inten II.
Sementara Belanda memberikan ultimatum kepada Radin Inten II untuk menyerahkan diri dalam waktu kurang dari 5 hari.
Ultimatum itu tidak digubris oleh Radin Inten II. Hingga Belanda pun mulai melancarkan serangan ke benteng-benteng pasukan Radin Inten II.
Namun, Radin Inten II selalu berhasil menghindari serangan terbuka Belanda. Benteng yang diserang pun selalu dalam keadaan kosong.
Dalam perlawanan ini, Radin Inten II memilih untuk melakukan perang gerilya. Radin Inten II sadar tidak akan bisa menang jika perang terbuka dengan Belanda yang jumlahnya jauh lebih besar.
Hingga bulan Oktober 1856, Belanda belum berhasil menangkap Radin Inten II.
Belanda tak kehabisan akal. Sama seperti saat meredam perlawanan yang lain, Belanda selalu menggunakan cara licik dengan menghasut salah seorang prajurit.