JAMBI,KOMPAS.com - Sebagian besar daerah di Jambi masih susah sinyal. Ini salah satu tantangan besar bagi para guru dan siswa yang harus belajar mengajar melalui daring karena pandemi.
Kesulitan sinyal selama pandemi masih dialami guru sekolah dasar di Jambi, tepatnya di Desa Tanjung Katung, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi.
Kamariah, guru SDN No 97/IX Tanjung Katung, harus menaiki bukit, memasuki hutan, sampai ke tengah sawah demi mendapat sinyal kuat agar bisa mengajar melalui aplikasi Zoom.
"Sinyal di rumah sering hilang. Kalau di bukit atau tengah hutan itu, kualitas sinyalnya kuat dan stabil," kata Kamariah melalui pesan singkat, Kamis (23/12/2021).
Baca juga: Tak Digaji 8 Bulan, Guru Honorer SMA dan SMK di Maluku Demo: Alasannya Anggaran Tak Ada
Ia mengatakan jarak Tanjung Katung dengan Kota Jambi cukup dekat, sekitar 45 menit perjalanan. Namun di daerahnya masih sulit sinyal.
Kamariah mengaku di rumahnya sama sekali tidak ada sinyal. Sementara di sekolah, sinyal itu ada namun sangat lemah.
Dia berkata, hingga saat ini sekolahnya masih menerapkan sistem pertemuan tatap muka (PTM) terbatas.
Dengan PTM terbatas, setiap minggunya masing-masing guru memiliki jadwal mengajar di kelas dan secara daring.
Kamariah memang sudah terbiasa mencari sinyal ke sawah atau bukit. Pasalnya kebutuhan dia tidak hanya mengajar, melainkan mengikuti perkuliahan dan pelatihan dari dinas pendidikan serta lembaga Tanoto Foundation.
Dirinya memang merasa aneh, berdiri di tengah sawah berjam-jam demi menjaga sinyal bagus.
"Memang menguras tenaga juga. Di tengah sawah atau di atas bukit sendirian, kadang dihantam hujan atau panas," kata Kamariah.
Selain tidak nyaman berada di luar ruangan saat mengajar daring, terkadang Kamariah harus menghabiskan waktu berjam-jam mencari titik sinyal terbaik.
Tempat sinyal yang baik di sawah belakang dilanda banjir, jadi Kamariah tidak bisa mencari sinyal di sawah itu.
Ada tiga titik tempat dia mencari sinyal mulai dari Lintas Sengeti sampai Penyengat Olak Jalan Puting, di mana jarak tempuhnya puluhan kilometer atau 45 menit perjalanan.
Meskipun belajar daring amat melelahkan, Kamariah tetap senang melakukannya karena kecintaan dia kepada dunia pendidikan.