GROBOGAN, KOMPAS.com - Di tengah kesulitan finansial dampak pandemi Covid-19, warga Desa Ngroto, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, perlahan menjelma menjadi kampung mandiri.
Nyaris tujuh bulan ini, sekitar 90 keluarga sudah tidak lagi hanya berpangku tangan atau menggantungkan hidup semata sebagai buruh tani.
Mereka mulai berajang inovatif dengan menggagas industri rumahan kecil yang mengkreasikan limbah kain perca menjadi barang bernilai jual tinggi.
Bermodalkan mesin jahit, sampah industri berupa kain sisa-sisa guntingan disulap menjadi dompet, tas, bed cover, seprai, sarung bantal, guling, kasur dan sebagainya.
Baca juga: Digelar secara Daring, Ngayogjazz 2021 Jadi Ruang Ekspresi Musisi Jazz di Tengah Pandemi
Hasil karya ibu-ibu Dusun Ngroto pun tak kalah berkualitas jika diadu di pasaran. Produknya sedap dipandang mata, rapi, apik nan menarik.
Produk mereka saat ini tercatat laris manis di wilayah Kabupaten Grobogan, pun demikian juga beranjak merambah ke pasar lokal Jateng.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Ngroto, Rosikin (50), merupakan sosok yang mempelopori keberhasilan usaha kecil puluhan tetangganya itu.
Pak Haji Gendut, sapaannya, awalnya beserta istrinya Yanik Ismawati (45) sebatas menggeluti bisnis penjualan limbah kain perca selama tiga tahun terakhir.
Dalam sepekan Rosikin belanja berton-ton limbah kain perca dari dua industri garmen terbesar di wilayah Grobogan.
Baca juga: Bisnis Jamu Buat Musisi Asal Magelang Bertahan di Tengah Pandemi
Limbah kain perca yang ditampung di pekarangan rumahnya yang luas tersebut kemudian dikelompokkan menjadi sejumlah item.
Rosikin pun mempekerjakan puluhan tetangganya untuk memilah-mlilah tumpukan limbah kain perca tersebut. Beda item, beda karung.
"Pelanggan saya dari Solo, Semarang dan Salatiga. Sisa limbah kain yang tidak laku dijual, dibeli pabrik gula di Kudus dan pabrik penyulingan cengkeh di Salatiga untuk dijadikan bahan bakar," kata Rosikin saat ditemui Kompas.com, Jumat (17/12/2021) pagi.