Untuk pemasaran produk sementara masih manual dititip-titipkan ke toko dan menunggu pesanan dari mulut ke mulut.
Lutfiyah juga masih mencoba belajar penjualan melalui media sosial.
"Sudah ada empat mesin jahit baru. Alhamdulilah bisa membantu suami dan menyekolahkan anak ke pondok pesantren. Sebulan bisa menjual 100 produk bermacam-macam," kata Lutfiyah.
Baca juga: Lestarikan Warisan Budaya Tak Benda, Pelajar di Banyumas Ikuti Lomba Kreasi Mendoan
Lain halnya keberhasilan Lutfiyah, berbeda kisah juga dari Aisyah (43) dan Suminah (35), ibu-ibu warga Desa Ngroto lainnya.
Meski belum semulus bisnis Lutfiyah, keduanya yang berjibaku sendiri mengaku sudah bisa mengantongi penghasilan tambahan untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Saat ini ibu-ibu Desa Ngroto hanya berharap usaha rumahan rintisan mereka sudi dilirik oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan.
Paling tidak ada bantuan suntikan modal, pelatihan keterampilan dan support pemasaran.
"Alhamdulillah meski sedikit bisa bantu suami. Untuk mesin jahit masih model lama, belum bisa beli baru karena untuk kebutuhan lain," kata Aisyah, ibu empat anak ini.
"Semoga saja ada bantuan dari pemerintah untuk usaha kecil-kecilan ini. Persoalannya kurang perhatian pemerintah. Ya mungkin saja karena masih usaha rintisan," sambung Suminah.
Baca juga: Bus Trans Jateng Koridor Semarang-Grobogan Diluncurkan, Miliki 51 Titik Pemberhentian
Produk rumahan ibu-ibu Desa Ngroto berbahan dasar limbah kain perca dibanderol dengan harga bervariasi tergantung ukuran, tingkat kerumitan dan pesanan.
Di antaranya yakni dompet Rp 15.000, tas atau totebag Rp 30.000 sampai Rp 60.000, bed cover Rp 70.000 sampai Rp 180.000, sarung bantal atau guling Rp 15.000, kasur lantai Rp 150.000 sampai Rp 400.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.