Salin Artikel

Melihat Produk Limbah Kain Perca Kreasi Warga Grobogan di Tengah Pagebluk

Nyaris tujuh bulan ini, sekitar 90 keluarga sudah tidak lagi hanya berpangku tangan atau menggantungkan hidup semata sebagai buruh tani.

Mereka mulai berajang inovatif dengan menggagas industri rumahan kecil yang mengkreasikan limbah kain perca menjadi barang bernilai jual tinggi.

Bermodalkan mesin jahit, sampah industri berupa kain sisa-sisa guntingan disulap menjadi dompet, tas, bed cover, seprai, sarung bantal, guling, kasur dan sebagainya.

Hasil karya ibu-ibu Dusun Ngroto pun tak kalah berkualitas jika diadu di pasaran. Produknya sedap dipandang mata, rapi, apik nan menarik.

Produk mereka saat ini tercatat laris manis di wilayah Kabupaten Grobogan, pun demikian juga beranjak merambah ke pasar lokal Jateng.

Pak Haji Gendut, sapaannya, awalnya beserta istrinya Yanik Ismawati (45) sebatas menggeluti bisnis penjualan limbah kain perca selama tiga tahun terakhir.

Dalam sepekan Rosikin belanja berton-ton limbah kain perca dari dua industri garmen terbesar di wilayah Grobogan.

Limbah kain perca yang ditampung di pekarangan rumahnya yang luas tersebut kemudian dikelompokkan menjadi sejumlah item. 

Rosikin pun mempekerjakan puluhan tetangganya untuk memilah-mlilah tumpukan limbah kain perca tersebut. Beda item, beda karung.

"Pelanggan saya dari Solo, Semarang dan Salatiga. Sisa limbah kain yang tidak laku dijual, dibeli pabrik gula di Kudus dan pabrik penyulingan cengkeh di Salatiga untuk dijadikan bahan bakar," kata Rosikin saat ditemui Kompas.com, Jumat (17/12/2021) pagi.

Langkah itu berangkat dari keprihatinan akibat pagebluk virus corona yang melumpuhkan perekonomian warga sekitar.

"Di awal tahun ini, saya coba-coba sendiri membuat tas kecil atau totebag dari bahan limbah kain perca. Ketika saya tunjukkan ibu-ibu ternyata responsnya positif. Nah, kemudian saya mengajak ibu-ibu untuk mengikutinya," ungkap Yanik.

Semangat mayoritas ibu-ibu buruh tani Desa Ngoto untuk bangkit di tengah pandemi Covid-19 patut diapresiasi. 

Atas motivasi Rosikin dan Yanik, mereka pun mulai bergairah untuk belajar mengkreasikan limbah kain perca menjadi benda bernilai ekonomis.

Selain belajar otodidak, mereka juga memperkaya wawasan dengan berselancar di internet melalui tuntunan anak-anaknya yang berstatus pelajar.

Berkat kreativitas serta semangat puluhan ibu-ibu Desa Ngroto untuk mengubah strata hidup, kini hampir satu tahun roda perekonomian mulai tertata dengan baik.

Setidaknya, mereka sudah bisa membantu suami tercinta untuk menyokong kebutuhan hidup sehari-hari.

"Limbah kain perca pilihan dibeli Rp 10.000 per kilogram. Itu harga khusus untuk warga sini. Untuk istri saya kini sudah tidak membuat totebag lagi, biar warga saja yang berkreasi. Ayo bersama-sama berkarya halal dan menghasilkan. Insya Allah ada jalan jika berusaha keras," pungkas Rosikin.

Lutfiah Ariyanti (36) salah satu warga Desa Ngroto yang terhitung cukup sukses  banting tulang membuat tas, seprai, dan kasur lantai dari limbah kain perca.

Ibu dua anak yang semula hanya memanfaatkan mesin jahit tua, dalam kurun sebulan sudah mampu membeli mesin jahit model terbaru seharga Rp 2 jutaan.

Bahkan dari usaha yang digelutinya selama 8 bulan ini, dia sudah mempekerjakan 6 orang tetangganya untuk ikut membantunya berkarya di rumah.

Lutfiyah juga masih mencoba belajar penjualan melalui media sosial.

"Sudah ada empat mesin jahit baru. Alhamdulilah bisa membantu suami dan menyekolahkan anak ke pondok pesantren. Sebulan bisa menjual 100 produk bermacam-macam," kata Lutfiyah.

Lain halnya keberhasilan Lutfiyah, berbeda kisah juga dari Aisyah (43) dan Suminah (35), ibu-ibu warga Desa Ngroto lainnya. 

Meski belum semulus bisnis Lutfiyah, keduanya yang berjibaku sendiri mengaku sudah bisa mengantongi penghasilan tambahan untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Saat ini ibu-ibu Desa Ngroto hanya berharap usaha rumahan rintisan mereka sudi dilirik oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan.

Paling tidak ada bantuan suntikan modal, pelatihan keterampilan dan support pemasaran.

"Alhamdulillah meski sedikit bisa bantu suami. Untuk mesin jahit masih model lama, belum bisa beli baru karena untuk kebutuhan lain," kata Aisyah, ibu empat anak ini.

"Semoga saja ada bantuan dari pemerintah untuk usaha kecil-kecilan ini. Persoalannya kurang perhatian pemerintah. Ya mungkin saja karena masih usaha rintisan," sambung Suminah.

Produk rumahan ibu-ibu Desa Ngroto berbahan dasar limbah kain perca dibanderol dengan harga bervariasi tergantung ukuran, tingkat kerumitan dan pesanan.

Di antaranya yakni dompet Rp 15.000, tas atau totebag Rp 30.000 sampai Rp 60.000, bed cover Rp 70.000 sampai Rp 180.000, sarung bantal atau guling Rp 15.000, kasur lantai Rp 150.000 sampai Rp 400.000.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/17/115338678/melihat-produk-limbah-kain-perca-kreasi-warga-grobogan-di-tengah-pagebluk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke