KOMPAS.com - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Jawa Barat, Diah Kurniasari Gunawan mengatakan, 12 korban santriwati pencabulan guru ngajinya di sebuah yayasan pendidikan di Cibiru mengurus diri mereka sendiri selama berada di pesantren tersebut.
Selama di pesantren itu, sambung Diah, para korban membagi tugas dari mulai memasak, mencuci dan menjaga anak mereka kerjakan secara bersama-sama.
Bahkan, kata Diah, saat ada yang akan melahirkan juga diantar mereka sendiri.
“Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri, saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota, jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya,” kata Diah kepada wartawan, Jumat (10/12/2021) malam.
Baca juga: Kisah Pedih Santriwati Korban Guru Pesantren, Melahirkan Diantar Teman dan Menjaga Anak Sama-sama
Selain menyiapkan tempat belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, lanjut Diah, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.
Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.
“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” ungkapnya.
Baca juga: Tiga Santriwati Korban Pemerkosaan Herry Wirawan Dikeluarkan dari Sekolah