Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pedih Santriwati Korban Guru Pesantren, Melahirkan Diantar Teman dan Menjaga Anak Sama-sama

Kompas.com - 10/12/2021, 20:53 WIB
Ari Maulana Karang,
Khairina

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Anak-anak yang menjadi korban pencabulan guru ngajinya di sebuah yayasan pendidikan di Cibiru, Bandung, ternyata mengurus diri secara mandiri bersama-sama di rumah yang disediakan oleh HW, pemilik yayasan yang juga pelaku pencabulan.

“Mereka ngurus diri mereka sendiri di sana, tidak ada pengurus yayasan, hanya dia (pelaku) yang ada, tidak ada orang lain,” jelas Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut Diah Kurniasari Gunawan, kepada wartawan, Jumat (10/12/2021) malam.

Baca juga: Di Usia 14 Tahun, Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren 2 Kali Melahirkan, Terakhir November 2021

Bukan hanya soal memasak, menurut Diah, urusan menjaga anak hingga mengantar kawan mereka yang hendak melahirkan pun, dilakukan bersama-sama.

Jadi, menurut Diah mereka membagi tugas dari mulai memasak, mencuci dan menjaga anak.

“Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri, saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota, jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya,” katanya.

Baca juga: Dugaan Eksploitasi Ekonomi dalam Kasus Guru Pesantren Perkosa 12 Santriwati, Ini Kata Polisi

Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.

Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.

Baca juga: Mirip Kasus di Bandung, Guru Pesantren di Tasikmalaya Cabuli 9 Santriwati, Baru 2 yang Berani Lapor

“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” katanya.

Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.

Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak.

"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” katanya.

Doktrinasi

Diah menuturkan, para korban bukan tidak melawan, namun pelaku melakukan upaya doktrinasi dan menebar ancaman kepada anak-anak.

Hal ini terjadi selama bertahun-tahun hingga anak-anak merasa hal tersebut sudah biasa.

“Orangtua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak, anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau Lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orangtuanya,” katanya.

Baca juga: Kejati Jabar Pertimbangkan Hukum Kebiri Herry Wirawan, Guru Pesantren yang Perkosa 12 Santriwati

Diah menuturkan, para korban adalah anak-anak yang benar-benar lugu saat masuk ke yayasan tersebut.

Oleh karena itu, pelaku mudah memperdaya mereka dengan berbagai dalih dan alasan untuk membenarkan apa yang dilakukan pelaku pada korban. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com