PALEMBANG, KOMPAS.com - Informasi mengenai tidak adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada 2022, menuai protes dari seluruh kalangan buruh.
Ribuan buruh yang tergabung dalam beberapa organisasi akhirnya mendatangi Kantor Gubernur Sumatera Selatan pada Selasa (30/11/2021).
Mereka meminta agar Surat Keputusan (SK) Nomor 746/KPTS/Disnakertrans/2021 tentang UMP yang tidak naik pada 2022 segera dibatalkan.
Baca juga: UMP Sumsel Tak Naik Tahun 2022, Tetap Rp 3,1 Juta
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumatera Selatan Abdullah Anang mengatakan, dari 18 kabupaten/kota yang ada di Sumsel, hanya Palembang yang mengalami kenaikan upah minimum kota (UMK), yakni dari Rp 3.270.000 menjadi Rp 3.289.409.
Hanya saja, kenaikan UMK yang hanya Rp 19.000 masih belum memenuhi kebutuhan hidup buruh.
“Kalau dibagi satu bulan, Rp 19.000 dibagi dalam satu bulan ke toilet (umum) saja tidak cukup,” kata Abdullah dalam orasinya, Selasa.
Abdullah mengutarakan, pemerintah tidak menaikkan UMP lantaran didasari pada Undang-Undang Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021.
Baca juga: Kejati Sumsel Akan Bentuk Tim Pemburu Mafia Tanah dan Pelabuhan
Menurut dia, alasan tersebut semestinya tidak jadi landasan pemerintah daerah untuk tidak menaikkan UMP.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar UU Cipta Kerja direvisi.
Ketua Forum Serikat Buruh (FSB) Nikeuba Palembang Hermawan menambahkan, tidak ada kenaikan UMP tahun ini sangat membebani hidup para buruh.
Sebab, kebutuhan pokok selama masa pandemi Covid-19 mengalami kenaikan.
“Harga minyak goreng, listrik, air, saja naik. Upah kami tidak naik. Jadi mau makan apa? Selama tiga tahun tidak ada kenaikan upah buruh jika mengacu pada PP 36,” ujar Hermawan.
Ia pun berpendapat bahwa UMP seharusnya naik 7 sampai 10 persen.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum memutuskan berapa besaran UMP yang ditetapkan.
Sebab, ia akan lebih dulu menunggu usulan dari kabupaten/ kota.