Namun, zaman berubah, dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang tak dipahami betul oleh Sanusi yang buta huruf, dengan cepat meluruhkan perannya sebagai mak comblang.
Kini orang dapat dengan mudah mencari jodoh, mendapatkan teman kencan atau sekadar menambah teman melalui banyak aplikasi khusus dan platform.
Meski tidak paham bagaimana persisnya teknologi itu bekerja, Sanusi merasakan langsung dampaknya.
Dia mengaku sejak beberapa tahun terakhir dirinya mulai jarang mendapatkan "order" perjodohan.
"Katanya orang sekarang bisa cari jodoh lewat HP," ujar Sanusi.
Baca juga: Pasang Tarif Rp 100.000, Biro Jodoh di Blitar Minta Calon Serahkan Foto dan Nomor Telepon
Situasi bagi Sanusi yang ditinggal mati istrinya sekitar 3 tahun lalu itu menjadi lebih rumit setelah sepeda motor seken miliknya ditarik pihak toko yang memberinya kredit lantaran dirinya menunggak angsuran beberapa bulan.
Tanpa sepeda motor, potensi pendapatan Sanusi dari mengojek dan peluang jasa perjodohan terancam terutup.
"Sebenarnya sepeda motor mau saya lunasi dengan menjual beberapa pohon kayu keras di pekarangan, tapi keduluan menantu saya," tuturnya sembari mengeluhkan suami dari anak perempuan semata wayangnya yang tidak memiliki penghasilan tetap.
Dua tahun lalu, anak perempuannya itu memutuskan pergi ke Hongkong untuk bekerja sebagai buruh migran, pembantu rumah tangga.