Trowulan sebagai bekas Kotaraja (Ibu Kota) Majapahit telah diungkap oleh beberapa sejarawan dan arkeolog, melalui tulisan atau laporan hasil penelitian.
Interpretasi Trowulan sebagai bekas kotaraja, didukung dengan penetapan Trowulan dan beberapa daerah terdekat sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional.
Wicaksono mengungkapkan, interpretasi sementara memang menempatkan Trowulan sebagai wilayah Kotaraja Majapahit, karena temuan arkeologis berbagai benda purbakala serta beberapa keterangan naskah kuno mendukung interpretasi itu.
Menurut dia, ada beberapa tanda lain yang mendukung pendapat para sejarawan dan arkeolog yang menginterpretasikan Trowulan sebagai kawasan Kotaraja Majapahit.
Baca juga: Folklor Panji, Etos Masyarakat Majapahit...
Kondisi geografis Trowulan sangat mendukung sebagai kawasan permukiman.
Daerah itu memiliki sumber air bersih melimpah, tak begitu jauh dengan Sungai Brantas, serta daerah-daerah di sekitarnya memiliki tanah yang subur.
Wicaksono menghubungkan keterkaitan posisi kotaraja dengan keberadaan Sungai Brantas. Di masa lalu, transportasi melalui jalur sungai menjadi jalur yang sangat penting.
Sebelum Majapahit, pemanfaatan Sungai Brantas sebagai jalur transportasi utama sudah dilakukan oleh Kerajaan Kediri, Jenggala maupun masa Raja Mpu Sindok berkuasa.
Posisi Trowulan yang tak begitu jauh dengan Sungai Brantas, memungkinkan daerah itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
"Selain memiliki sumber air bersih melimpah, lokasi Trowulan tidak jauh dari Sungai Brantas. Sungai Brantas ini jalur strategis dan sudah digunakan oleh kerajaan sebelum Majapahit," ungkap dia.