Salin Artikel

Trowulan dan Jejak Kedaton Majapahit yang Belum Tersingkap

JOMBANG, KOMPAS.com - Sejarah mencatat, Majapahit pernah menjadi kerajaan besar yang menguasai wilayah nusantara. Peninggalannya banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur.

Banyak artefak bersejarah yang diidentifikasi sebagai peninggalan Majapahit, ditemukan di wilayah Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Beberapa jejak arkeologis Majapahit yang ditemukan di Trowulan, antara lain Candi Brahu, Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, serta Kolam Segaran.

Selain itu, ada Candi Gentong, Candi Wringin Lawang, serta Candi Minak Jinggo dan Sumur Upas.

Berbagai temuan lepas benda purbakala peninggalan Majapahit juga ditemukan di Trowulan dan wilayah terdekat, seperti Kumitir, Kecamatan Jatirejo, serta Klintirejo, Kecamatan Brangkal, Kabupaten Mojokerto.

Di Desa Klintirejo, ditemukan Situs Bhre Kahuripan atau Situs Tribhuwana Tunggadewi.

Sedangkan di Desa Kumitir, ditemukan Situs Kumitir yang diidentifikasi sebagai istana Bhre Wengker atau menantu Raden Wijaya, pendiri Majapahit.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho menuturkan, berdasarkan dimensi ukuran bata pada bangunan purbakala di wilayah Trowulan, identifikasi kuatnya adalah peninggalan Majapahit.

Menurut dia, tanpa mengesampingkan keterangan pada prasasti dan sumber terpercaya maupun dari penemuan artefak di sekitarnya, dimensi ukuran bata masa Majapahit berbeda dengan masa kerajaan sebelumnya.

Pada era Majapahit, dimensi ukuran bata rata-rata memiliki ketebalan 5-6 sentimeter dan lebar 21 sentimeter, sedangkan ukuran panjangnya 31 sentimeter.

Adapun untuk bata dari masa sebelum Majapahit, ukurannya lebih tebal, lebih panjang dan lebih lebar.

Wicaksono tak ragu menyatakan kalau berbagai benda cagar budaya atau purbakala yang ditemukan di Trowulan, mayoritas merupakan peninggalan Majapahit.

"Cukup banyak yang ditemukan di Trowulan. Karena banyak temuan peninggalan Majapahit di Trowulan, banyak sejarawan dan arkeolog menginterpretasikan Trowulan sebagai kotaraja atau pusat kerajaan Majapahit," ujar Wicaksono, kepada Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

Trowulan sebagai bekas Kotaraja (Ibu Kota) Majapahit telah diungkap oleh beberapa sejarawan dan arkeolog, melalui tulisan atau laporan hasil penelitian.

Interpretasi Trowulan sebagai bekas kotaraja, didukung dengan penetapan Trowulan dan beberapa daerah terdekat sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional.

Wicaksono mengungkapkan, interpretasi sementara memang menempatkan Trowulan sebagai wilayah Kotaraja Majapahit, karena temuan arkeologis berbagai benda purbakala serta beberapa keterangan naskah kuno mendukung interpretasi itu.

Menurut dia, ada beberapa tanda lain yang mendukung pendapat para sejarawan dan arkeolog yang menginterpretasikan Trowulan sebagai kawasan Kotaraja Majapahit.

Kondisi geografis Trowulan sangat mendukung sebagai kawasan permukiman.

Daerah itu memiliki sumber air bersih melimpah, tak begitu jauh dengan Sungai Brantas, serta daerah-daerah di sekitarnya memiliki tanah yang subur.

Wicaksono menghubungkan keterkaitan posisi kotaraja dengan keberadaan Sungai Brantas. Di masa lalu, transportasi melalui jalur sungai menjadi jalur yang sangat penting.

Sebelum Majapahit, pemanfaatan Sungai Brantas sebagai jalur transportasi utama sudah dilakukan oleh Kerajaan Kediri, Jenggala maupun masa Raja Mpu Sindok berkuasa.

Posisi Trowulan yang tak begitu jauh dengan Sungai Brantas, memungkinkan daerah itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit.

"Selain memiliki sumber air bersih melimpah, lokasi Trowulan tidak jauh dari Sungai Brantas. Sungai Brantas ini jalur strategis dan sudah digunakan oleh kerajaan sebelum Majapahit," ungkap dia.

Meski demikian, interpretasi para ahli terhadap Kotaraja Majapahit di Trowulan, masih terbatas pada interpretasi tata kota maupun batas-batas kotaraja.

Di mana posisi kedaton atau keraton yang menjadi tempat Raja Majapahit untuk memimpin kerajaan, hingga kini masih terjadi perdebatan.

Sketsa rekonstruksi Kotaraja Majapahit sebelumnya pernah disusun oleh Mclaine Pont dalam tiga buah peta rekonstruksi, pada 1924.

Peneliti Belanda itu menyusun sketsa rekonstruksi dengan menghubungkan peninggalan­peninggalan arkeologis Majapahit di Trowulan dengan keterangan dari naskah Negarakertagama.

Hipotesis yang dimunculkan Maclaine Pont, Kedaton Majapahit berada di sebelah timur Kolam Segaran dan di sebelah utara dari kediaman pemimpin agama.

Lalu, di sebelah timur laut dan tenggara kedaton terdapat tempat kediaman para pendeta Brahma dan tempat pemandian.

Sebelum hadirnya tiga peta rekonstruksi Mclaine Pont, pada 1921 ada peta yang menggambarkan posisi Majapahit dari RA Kromodjoyo.

Sesudah tahun-tahun itu, muncul peta rekonstruksi dari Stutterheim, Sketsa Pigeaud dan beberapa ahli ataupun sejarawan.

Sketsa atau peta rekonstruksi Kotaraja Majapahit yang sudah muncul sejak 1924 hingga kini belum mencapai final.

Slamet Muljana, dalam buku Menuju Puncak Kemegahan; Sejarah Kerajaan Majapahit (2005), pada bagian peta Ibu kota Majapahit, menggambarkan posisi istana Raja Majapahit berada di sebelah barat dari Istana Rani Lasem Raja Matahun.

Di utara istana Raja Majapahit, ada Istana Raja Kertawardana dan Paseban. Paseban adalah tempat atau balai yang digunakan untuk menghadap raja.

Adapun di sisi tenggara Kedaton, terdapat Candi Siwa.

Di sebelah selatan istana terdapat hunian untuk Kepala Mahkamah Agung, lalu sisi barat daya istana terdapat candi Hindu.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/30/051300478/trowulan-dan-jejak-kedaton-majapahit-yang-belum-tersingkap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke