BANDUNG, KOMPAS.com - Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI optimistis potensi wisata eksklusif kapal pinisi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur akan segera kembali bangkit dari keterpurukan setelah satu setengah tahun tidak beroperasi di masa pandemi Covid-19.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf RI, Vinsensius Jemadu mengatakan, yang perlu diperhatikan untuk membangkitkan kembali wisata saat ini adalah efek dari sepinya wisatawan akibat pandemi Covid-19 selama satu tahun ke belakang.
"Satu setengah tahun Pandemi, banyak pinisi dijual dan rusak terapung," kata Vinsensius di Alam Wisata Cimahi, Jalan Kolonel Masturi, Cimahi, Jawa Barat, Kamis (10/9/2021).
Baca juga: Obyek Wisata di Banyuwangi Kembali Dibuka, Bupati Ipuk: Harus Disiplin Menerapkan Prokes
Jangan sampai banting harga paket wisata
Pelaku usaha wisata kapal pinisi di Labuan Bajo pun saat ini tengah berupaya untuk bangkit dari keterpurukan ketika pemerintah. Namun, Kemenparekraf RI khawatir wisata kapal pinisi Labuan Bajo yang terkenal sebagai wisata eksklusif justru menjadi wisata murahan lantaran pelaku usaha wisata kapal pinisi saat ini berlomba mencari konsumen dengan cara menurunkan harga paket wisata.
"Begitu melihat animo, pelaku usaha wisata kapal pinisi mulai aktif kembali, tapi passenger masih terbatas. Mereka berusaha menarik dulu wisatawan yang penting dapat pemasukan dan bisa survive. Kita lihat itu dari sisi ekosistem pariwisata enggak bagus karena untuk Labuan Bajo kita ingin eksklusif dan berkualitas. Jangan sampai ini men-downgrade menjadi destinasi wisata murahan," ungkapnya.
Baca juga: Akhirnya Wisata Kawah Ijen Dibuka Setelah 2 Bulan Tutup
Untuk itu, Kemenparekraf RI saat ini mendorong dan meminta kepada Bupati Labuan Bajo untuk membuat aturan-aturan terkait usaha wisata kapal pinisi.
"Saya juga sudah bicara dengan bapak bupati minggu lalu untuk segera membuat kebijakan untuk mengatur pinisi-pinisi, terutama terkait sampah dan terkait dengan mereka jangan sampai berkompetisi khususnya dalam sistem pricing karena itu juga yang dikeluhkan wisatawan," tuturnya.