"Sebenarnya adat Sasak itu ada aturannya, siapa yang harus membawa lari, jam berapa harus dibawa lari, kemudian sudah ada kesepakatan. Yang sebenarnya itu sudah ada kesepakatan antara orangtua, dengan orang yang akan membawa lari sebenarnya," kata Erni.
Namun, yang terjadi saat ini, justru banyak yang tidak sesuai dengan aturan adat yang sesungguhnya.
"Tetapi yang terjadi saat inikan justru lari dari pulang sekolah, lari dari mal, kadang dilarikannya siang hari, enggak jelas lah," kata Erni.
Erni menilai, salah satu penyebabnya adalah banyaknya tokoh masyarakat seperti kepala dusun, belum memahami adat merariq yang sesungguhnya.
"Nah, ini yang perlu diluruskan," Kata Erni.
Terkait hal ini, DP2KBP3A sudah melakukan sosialisasi ke beberapa kepala dusun yang merupakan pelaku adat di masyarakat.
Kabupaten Lombok Barat terdiri dari 119 desa, 3 kelurahan dan 870 dusun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 100 dusun sudah mendapat sosialisasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.
Baca juga: Merariq Kodeq, Penyimpangan dari Sebuah Tradisi...
Selama ini, kepala dusun memegang peranan penting dalam terlaksananya tradisi merariq.
Kepala dusun biasanya bertugas sebagai penghubung.
Orang yang pertama dihubungi ketika ada anak yang dilarikan, serta melakukan komunikasi pertama adalah kepala dusun dari pihak laki-laki dengan kepala dusun dari pihak perempuan.
"Jadi kalau kepala dusun pertama kali diinformasikan kalau di sini ada kasus perkawinan (anak), kalau dia cepat menginformasikan ke kami, maka kami bisa melakukan belas atau pemisahan (anak tidak jadi dinikahkan)," Kata Erni.
Data DP2KBP3A sepanjang tahun 2021, sudah ada 15 kasus perkawinan anak di Lombok Barat yang berhasil dipisahkan.
"15 kasus yang berhasil kita belas dan anak itu kembali ke keluarga dan bersekolah juga," Kata Erni.
Proses pemisahan untuk mencegah perkawinan anak ini tentu tidak mudah, pasti ada konflik antara dua keluarga dan masyarakat yang akan menggelar begawe (pesta).
Erni mengatakan, selama ini masih ada anggapan masyarakat yang menganggap jika anak tidak jadi menikah itu menjadi sebuah aib.
"Tapi itulah yang menjadi PR kami untuk merubah mindset di masyarakat," Kata Erni.
Lombok Barat merupakan satu-satunya kabupaten di NTB yang sudah memiliki peraturan daerah terkait pendewasaan perkawinan.
Hal tersebut diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perbup Nomor 30 tahun 2018 tentang pencegahan perkawinan usia anak.
Dalam Perda tersebut telah diatur peranan masing-masing mulai dari pemerintah kabupaten hingga pemerintah Desa.
Salah satu peranan pemerintah desa yaitu untuk membuat Perdes dan lembaga perlindungan anak di tingkat desa.