"Sehingga nanti ketika ada kasus perkawinan anak, lembaga inilah yang mengawal di tingkat desa," Kata Erni.
Hingga saat ini, sudah ada 15 desa di Kabupaten Lombok Barat yang memiliki perdes dan lembaga perlindungan anak di tingkat desa.
Serta ada 10 desa yang sedang dalam proses pendampingan.
"Karena kami enggak mau hanya sekadar perdes dibuat tanpa melalui proses. Bisa saja kami kasih semua desa buat perdes, tapi kemudian implementasinya enggak jelas, kan enggak baik juga," kata Erni.
Ikuti cerita selengkapnya tentang tradisi merariq berikut ini: Mengembalikan Merariq...
Erni menuturkan, sejak adanya perdes ini, jumlah kasus perkawinan anak menurun cukup signifikan.
Pemkab Lombok Barat juga kerap bertemu dengan kepala dusun, kepala desa maupun camat untuk melakukan koordinasi dan evaluasi.
"Sekarang semua camat ikut terjun kalau ada kasus perkawinan anak. Dan kepala dusun juga kalau ada kasus-kasus langsung menghubungi kami di kabupaten," kata Erni.
Perda juga mengatur soal sanksi, baik itu sanksi administratif maupun sanksi hukum jika terbukti melanggar UU Perlindungan Anak.
"Termasuk Perdes di masing-masing desa itu berbeda-beda sanksinya. Ada sanksi sosial juga sanksi administrasi. Kalau desa, kami menyerahkan kepada kearifan lokal masing-masing desa sanksinya seperti apa," kata Erni.
Di beberapa desa yang sudah memiliki perdes, jika ada anak di bawah umur yang menikah maka pernikahannya itu tidak akan dihadiri oleh tokoh agama maupun tokoh adat.
Mereka juga tidak akan diberikan bantuan dari pemerintah.
"Kalau masalah administrasi kependudukan sebenarnya dengan sendirinya mereka tidak akan mendapat administrasi kependudukan karena memang belum usianya," kata Erni.
Dalam undang-undang perkawinan, batasan usia seseorang untuk bisa menikah adalah usia 19 tahun.