Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kasus Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Pelajaran Penting bagi Partai Politik

Kompas.com - 04/09/2021, 17:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Sederet kontroversi Budhi Sarwono

Selama menjabat bupati, tidak sedikit pernyataan Budhi Sarwono mengundang pro dan kontra di masyarakat.

Selain kerap tidak menghadiri rapat koordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam penanganan Covid, Budhi juga mempersilakan warga untuk menggelar kegiatan di saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) asalkan tetap menerapkan aturan protokol.

Petugas dan aparat keamanan di mata Budhi hanya diperlukan untuk mengingatkan warga yang abai terhadap protokol kesehatan.

Budhi meminta kepada warga untuk tidak takut mengambil foto aparat yang menakuti atau membubarkan kegiatan keramaian warga. Foto yang diambil warga dan kepala desa agar dilaporkan ke bupati supaya dapat ditindaklanjuti.

Budhi juga pernah menuding pihak rumah sakit kerap meng-Covid-kan pasien agar ada klaim penanganan medis terhadap pasien yang bisa dijadikan uang oleh pihak rumah sakit (Detik.com, 28 Agustus 2021).

Ia pernah pula memamerkan slip gajinya sebagai bupati di awal Oktober 2019. Besarnya Rp 6.114.100, setelah dipotong zakat Rp 152.900 menjadi Rp 5.961.200. Menurut Budhi, gaji sebesar itu kalah jauh dibanding uang jajan anaknya (Kompas.com, 3 Oktober 2019).

Baca juga: Pamer Slip Gaji di Instagram, Bupati Banjarnegara Sebut Uang Saku Anaknya Lebih Besar

Budhi berkilah sengaja memamerkan slip gajinya supaya ada perhatian dari pemerintah pusat soal kecilnya gaji sebagai bupati. Dia berharap pemerintah pusat malu dan tergerak untuk menaikkan 10 hingga 20 kali lipat dari gaji yang berlaku sekarang.

Mungkin Budhi lupa dengan aneka tunjangan dan pemberian fasilitas sebagai kepala daerah yang selama ini dinikmati.

Baca juga: Pamer Slip Gaji Rp 5,9 Juta di Instagram, Bupati Banjarnegara Juga Terima Uang Operasional Rp 31 Juta

Ada lagi kisah Budhi terkait Gus Dur. Dalam video yang tersebar, ia menyebut Gus Dur dengan sebutan "picek". Artinya buta atau tidak melihat. Dalam nuansa bahasa Jawa, diksi itu bermakna merendahkan. 

Pada 2018, Budhi sempat membuat geger dunia persepakbolaan karena menduga ada permainan uang di putaran Liga 3 PSSI Jawa Tengah. Kalah menang di pertandingan sepakbola diatur dengan fulus, kata Budhi.

Mana tanggung jawab partai pengusung

KPK telah menetapkan orang nomor satu di Banjarnegara itu sebagai tersangka dalam dugaan kasus gratifikasi dan korupsi.

Budhi Sarwono diduga menarik komisi 10 persen dari setiap proyek yang dikerjakan perusahaan-perusahaan swasta yang kemenangannya telah diatur dalam proses tender sepanjang 2017-2018. Uang yang dikumpulkan mencapai Rp 2,1 miliar.

Melalui orang kepercayaannya, Budhi diduga mengatur kemenangan perusahaan milik keluarganya (Kompas.com, 3 September 2021).

Baca juga: Konstruksi Kasus Korupsi Bupati Banjarnegara: Aktif Minta Biaya hingga Libatkan Perusahaan Keluarga

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan akhir Desember 2020, Budhi tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 23,8 miliar (Kompas.com, 4 September 2021).

Baca juga: Tersangka Korupsi, Ini Profil dan Harta Kekayaan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono

Bersamaan dengan konferensi pers yang digelar KPK terkait kasus Budhi Sarwono, partai-partai pengusung menyatakan pemecatan terhadap kader yang tersandung kasus korupsi. 

Pernyataan ini lazim disampaikan partai politik dalam sejumlah kasus operasi tangkap tangan KPK terhadap para kepala daerah. Partai politik khawatir, kasus dugaan korupsi tersebut akan berdampak negatif terhadap citra partai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com