Salin Artikel

Kasus Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Pelajaran Penting bagi Partai Politik

Menjadi Bupati itu tidak mudah
tidak saja harus menyembah partai
tetapi juga menipu rakyat

Menjadi Bupati itu tidak mudah
mengakali ijazah agar rakyat terpukau
dan lolos syarat pendaftaran

Menjadi Bupati itu tidak mudah
gaji bulanan kalah dengan uang jajan anak
proyek pembangunan kan ku tilap

Menjadi Bupati itu tidak mudah
mengucap nama menteri pun belepotan
dan akhirnya benar-benar terkutuk

LARIK demi larik puisi ini saya tulis spontan usai tidak kaget lagi mendengar Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono ditetapkan sebagai tersangka.

Budhi Sarwono, bupati yang eksentrik dari Banjarnegara, Jawa Tengah, akhirnya resmi menggunakan "jersey" oranye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Jumat (3/9/2021) malam. 

Bisa jadi, Budhi Sarwono kena kutukan marga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan karena pernah menyebut marga Luhut dengan "penjahit"

Usai ucapannya tentang "penjahit" viral, ia minta maaf dan menyatakan siap dikutuk marga Panjaitan.

Kebetulan saya dan tim pernah menggelar penelitian kualitatif mengenai partisipasi politik warga di Banjarnegara, jauh sebelum Budhi Sarwono memutuskan maju pertama kali di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2011.

Di kabupaten yang bersemboyan “gilar-gilar” ini, warga mengenal sosok Budhi Sarwono sebagai “bohir” sekaligus “gambler”.

Yang dimaksud "bohir" di pentas politik Pilkada adalah sponsor atau donatur yang membiayai calon yang maju di kontes pemilihan kepala daerah.

Biasanya, usai "bohir" memenangkan “jago” yang dipegangnya ia akan mendapat imbalan pengerjaan proyek yang dipilihnya.

Sebagai "bohir", Budhi tidak hanya mendanai satu pasangan kandidat tetapi kadang dua pasangan sekaligus. Sumbang kanan sumbang kiri adalah resep diversifikasi investasi politiknya.

Kerugian pembiayaan di kubu yang kalah dianggap sebagai kesialan atau sedekah politik. Sebaliknya, sumbangan di pihak yang menang adalah keputusan jitu dalam perjudian politik.

Budhi tak pernah malu mengungkap masa lalunya. Ia kerap mengatakan kalau dulu pernah menjabat sebagai "Kapolpil" atau kepala pengepul pil alias bandar narkoba (Tribunnews.com, 18 Oktober 2019).

Usai dihukum penjara dan bebas pada 1998, kehidupan Budhi berubah 360 derajat. Ia mendalami agama dan semakin tawadhu dalam kehidupan sehari-hari. Budhi menjadi meteor politik baru di Banjarnegara.

Warga Banjarnegara menyebut, Budhi kerap berderma dan menebar aksi sosial di seantero Banjarnegara. Ini tidak terlepas dari perusahaan milik keluarga besarnya, Bumi Redjo, yang bergerak di bidang konstruksi dan pembangunan infrastruktur. 

Kekalahan di Pilkada pertama yang ia ikuti pada 2011 tidak menyurutkan tekadnya untuk merebut kursi nomor 1 di Kabupaten Banjarnegara.

Cita-citanya tercapai saat ia menang telak di Pilkada 2017 dengan menggaet dukungan tiga partai besar: Demokrat, Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Bekas pesaingnya yang sama-sama maju sebagai calon bupati dan sama-sama menderita kekalahan di Pilkada 2011 kembali diajak maju di Pilkada 2017 menjadi wakilnya.

Sederet kontroversi Budhi Sarwono

Selama menjabat bupati, tidak sedikit pernyataan Budhi Sarwono mengundang pro dan kontra di masyarakat.

Selain kerap tidak menghadiri rapat koordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam penanganan Covid, Budhi juga mempersilakan warga untuk menggelar kegiatan di saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) asalkan tetap menerapkan aturan protokol.

Petugas dan aparat keamanan di mata Budhi hanya diperlukan untuk mengingatkan warga yang abai terhadap protokol kesehatan.

Budhi meminta kepada warga untuk tidak takut mengambil foto aparat yang menakuti atau membubarkan kegiatan keramaian warga. Foto yang diambil warga dan kepala desa agar dilaporkan ke bupati supaya dapat ditindaklanjuti.

Budhi juga pernah menuding pihak rumah sakit kerap meng-Covid-kan pasien agar ada klaim penanganan medis terhadap pasien yang bisa dijadikan uang oleh pihak rumah sakit (Detik.com, 28 Agustus 2021).

Ia pernah pula memamerkan slip gajinya sebagai bupati di awal Oktober 2019. Besarnya Rp 6.114.100, setelah dipotong zakat Rp 152.900 menjadi Rp 5.961.200. Menurut Budhi, gaji sebesar itu kalah jauh dibanding uang jajan anaknya (Kompas.com, 3 Oktober 2019).

Budhi berkilah sengaja memamerkan slip gajinya supaya ada perhatian dari pemerintah pusat soal kecilnya gaji sebagai bupati. Dia berharap pemerintah pusat malu dan tergerak untuk menaikkan 10 hingga 20 kali lipat dari gaji yang berlaku sekarang.

Mungkin Budhi lupa dengan aneka tunjangan dan pemberian fasilitas sebagai kepala daerah yang selama ini dinikmati.

Ada lagi kisah Budhi terkait Gus Dur. Dalam video yang tersebar, ia menyebut Gus Dur dengan sebutan "picek". Artinya buta atau tidak melihat. Dalam nuansa bahasa Jawa, diksi itu bermakna merendahkan. 

Pada 2018, Budhi sempat membuat geger dunia persepakbolaan karena menduga ada permainan uang di putaran Liga 3 PSSI Jawa Tengah. Kalah menang di pertandingan sepakbola diatur dengan fulus, kata Budhi.

Mana tanggung jawab partai pengusung

KPK telah menetapkan orang nomor satu di Banjarnegara itu sebagai tersangka dalam dugaan kasus gratifikasi dan korupsi.

Budhi Sarwono diduga menarik komisi 10 persen dari setiap proyek yang dikerjakan perusahaan-perusahaan swasta yang kemenangannya telah diatur dalam proses tender sepanjang 2017-2018. Uang yang dikumpulkan mencapai Rp 2,1 miliar.

Melalui orang kepercayaannya, Budhi diduga mengatur kemenangan perusahaan milik keluarganya (Kompas.com, 3 September 2021).

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan akhir Desember 2020, Budhi tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 23,8 miliar (Kompas.com, 4 September 2021).

Bersamaan dengan konferensi pers yang digelar KPK terkait kasus Budhi Sarwono, partai-partai pengusung menyatakan pemecatan terhadap kader yang tersandung kasus korupsi. 

Pernyataan ini lazim disampaikan partai politik dalam sejumlah kasus operasi tangkap tangan KPK terhadap para kepala daerah. Partai politik khawatir, kasus dugaan korupsi tersebut akan berdampak negatif terhadap citra partai.

Tidak ada lagi balas budi – walaupun misalnya Budhi telah menyetor sejumlah komitmen kepada partai pengusungnya – apalagi bantuan hukum atau support moral dari partai kepada kadernya yang terjerat kasus korupsi.

Seorang kepala daerah yang dicokok KPK pernah curhat pada saya betapa ia merasa sangat bersalah. Malu setengah mati bahkan ingin bunuh diri karena sematan status tersangka dan diekspose terbuka di media. Itu derita tiada tara. 

Derita itu berganda saat partai yang dihormatinya memecat dan menyalahkannya di depan media. Segala jasa terhadap partai hilang tanpa bekas. Parta bahkan tak mau memberi pembelaan.  

Hubungan antara partai dan kader hanya sebatas relasi produsen dan konsumen. Jika ada produk cacat atau reject maka tanggungjawab diserahkan kepada rakyat yang memilihnya. Partai lepas tangan dan berkilah bahwa kepala daerah tidak pernah melakukan koordinasi. Perbuatan korupsinya adalah tanggung jawab pribadi.

Hanya sedikit partai politik yang serius dalam mempersiapkan calon-calon kadernya untuk menjadi kepala daerah. Bisa dihitung dengan jari partai politik di Indonesia yang memiliki sekolah partai.

Padahal, seperti yang pernah saya kunjungi dan saksikan di China misalnya, partai politik begitu serius dalam menyiapkan kader-kadernya untuk berkiprah di tugas eksekutif dan legeslatif.

Partai harus memiliki kewajiban moral untuk terus mengawal, mengkoreksi, dan memberi guidance para kadernya yang telah menjadi kepala daerah. Partai tidak boleh lepas tangan.

Di mana peran dewan pimpinan pusat partai? Di mana fungsi dewan pimpinan daerah partai? Apa gunanya dewan pimpinan cabang partai ?

Bisa jadi Budhi Sarwono salah melangkah, tetapi naif juga “melepeh” Budhi di saat susah. Ketika Budhi meraih penghargaan atas capaian kerjanya, partai tanpa dikomando akan membusungkan dada dan membanggakan capaian kadernya.

Memang kerap juga terjadi, ada kepala daerah yang merasa “pintar” sendiri dan tidak menggubris arahan dan saran konstruktif dari partai pengusungnya.

Pelajaran penting

Pelajaran penting: partai politik tidak boleh mengedepankan lagi politik "sachet-an" alias politik instan dalam merekrut calon kepala daerah.

Parameter kemenangan calon kepala daerah selalu dinilai partai politik dari indikator yang bersifat kuantitatif seperti popularitas dan elektabilitas.

Partai kerap melupakan data-data kualitatif. Rekam jejak calon kadang dan sering diabaikan dalam menyeleksi kandidat kepala daerah.

Suara-suara di warung kopi, celoteh perempuan di pasar, harapan milenial di sekolah, jerit petani di pelosok kerap tidak masuk dalam kuisoner yang ditebar lembaga survei yang dibayar partai untuk menjaring calon-calon kepala daerah.

Bisa jadi, Budhi menang di Banjarnegara karena ia populer dengan aksi-aksi sosialnya. Warga kadung jatuh cinta dengan cerita heroiknya yang berhasil bermetamoforsa dari seorang pecundang menjadi hero.  Warga juga antipati dengan bupati sebelumnya yang dianggap “omdo” atau omong doang yang manis-manis saat kampanye tetapi kendor usai menjabat.

Harus diakui pula bahwa masyarakat Banjarnegara seperti warga di banyak daerah lain, lebih suka memilih calon yang rajin menebar sembako apalagi amplop di saat kampanye ketimbang visi-misi kerakyatan yang diusung.

Kekhilafan menentukan pilihan selama lima menit di bilik suara Pilkada akan membawa penyesalan di lima tahun berikutnya.

Semoga kasus yang menimpa Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono menjadi titik bangkit warga Banjarnegara untuk ingat dengan slogan "gilar-gilar" yang digaungkan Endro Soewarjo, Bupati Banjarnegara periode 1986 – 1991.

"Gilar-gilar" adalah sembilan aspek kehidupan yang mencerminkan cita-cita Kabupaten Banjarnegara, yaitu bersih, tertib, teratur, indah, aman, nyaman,tentram, sopan, dan sehat.

Sudahkah Anda  semua – termasuk saya – menerapkan sembilan aspek ini dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal memilih pemimpin? Ataukah slogan ini hampa, tanpa makna, kosong? 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/04/17221701/kasus-bupati-banjarnegara-budhi-sarwono-dan-pelajaran-penting-bagi-partai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke