Sedangkan di sejumlah lokasi lain untuk melihat cenderawasih, biasa dikenai harga Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per orang.
Baca juga: 6 Satwa yang Hidup Kembali Setelah Dinyatakan Punah
Sementara itu Bird Watching Isyo Hills sudah terkenal hingga seluruh dunia.
Ratusan pengamat burung dari seluruh penjuru dunia pernah datang di lokasi ini. Bahkan Isyo Hills sudah dilengkapi dengan sejumlah penginapan “guest house” untuk para pengamat burung.
Berjarak sekitar satu jam berkendara dari Bandara Sentani, Bird Watching Isyo Hills ada di Kampung Rephang Muaif, Distrik Nimbokrang. Isyo Hills dibangun oleh Alex Waisimon untuk tempat pengamatan burung, terutama burung ikon Papua yaitu cenderawasih.
Sejak 2015, Alex mengajak masyarakat adat setempat untuk mengelola hutan adat sekitar 100 ha yang berada di antara Kampung Rephang dan Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura.
Baca juga: Rencana Tambang Emas di Sangihe dan Benteng Terakhir Burung Niu yang Dianggap Punah Seabad Lalu
Berhari-hari Alex mempelajari kebiasaan mahluk hidup yang ada di hutan itu, terutama cenderawasih.
Ia mengamati lokasi bermain, pola makan, dan kebiasaan cenderawasih dari pagi hingga sore. Ia juga membangun sejumlah tower pengamatan burung di dekat pohon tempat kebiasaan burung surga ini bermain.
Menurut Alex terdapat sekitar 30 jenis cenderawasih di Indonesia, 28 jenis di antaranya dapat ditemukan di Papua.
Delapan macam spesies burung cenderawasih yang berhasil diidentifikasi berada di Isyo Hills. Empat di antaranya bisa dilihat di lokasi yang tidak jauh dari penginapan.
Baca juga: Danau Sentani dan Legenda Penunggang Naga di Papua
Para wisatawan yang ingin melihat cenderawasih di pagi hari harus menginap di tempat itu karena "burung surga" itu hanya bisa dilihat di pagi hari dan sore hari jika cuaca bagus. Namun waktu bertengger cenderawasih di sore hari lebih pendek.
Di Isyo Hills terdapat beberapa pos pengamatan. Setiap pos pengamatan berbeda pula jenis cenderawasih yang bertengger. Untuk bisa sampai ke semua pos, maka pengunjung harus berangkat jam 04.30 pagi.
Untuk mencapai pos 1, memerlukan waktu 20 menit jalan kaki dengan sedikit mengendap-endap. Di Pos 1, pengunjung sudah bisa melihat burung cenderawasih.
Baca juga: Suku Dani, Penghuni Tanah Papua yang Punya Tradisi Potong Jari
Tak lebih berjalan sekitar satu kilometer lagi kita sampai pada pos pengamatan II. Di pos II ada gardu pandang setinggi sekitar 20 meter.
Dari gardu pandang ini, pengunjung bisa melihat burung cenderawasih jenis 12 antena atau bahasa setempat di sebut cenderawasih mati kawat.