Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati PPU Beberkan Alasan Tak Mau Lagi Tangani Kasus Covid-19

Kompas.com - 01/07/2021, 23:00 WIB
Zakarias Demon Daton,
Dony Aprian

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com - Bupati Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Abdul Gafur Masud sempat mengeluarkan pernyataan memantik perhatian publik dua hari terakhir.

Pria yang akrab disapa AGM ini mengatakan tak mau lagi urus kasus Covid-19.

Pernyataan itu ia sampaikan usai Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020, Selasa, (29/6/2021) di PPU.

Ketua Tim Satgas Penanganan Covid-19 PPU ini mengaku akan menarik diri dari tim.

"Mulai hari ini, bulan enam, tahun ini, saya tidak mengurus lagi kasus (virus) corona, mulai dari pengadaan, penanganan dan lain-lain," ungkap AGM di hadapan para legislator.

Baca juga: Demo Tolak Pergantian Ketua DPRD di Kantor Golkar Kaltim Ricuh 

AGM memberi penjelasan lengkap kepada Kompas.com alasan di balik pernyataannya itu.

Dia bercerita bermula dari pengadaan bilik disinfektan pada Maret 2020 lalu. Saat itu, kasus Covid-19 pertama kali masuk Indonesia, dan masyarakat dalam situasi panik.

Secara bersamaan keluar Keputusan Presiden (KEPPRES) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (Covid-19).

Semua daerah termasuk PPU mempersiapkan langkah-langkah pencegahan, dari pengadaan masker, bilik disinfektan (chamber), dan lainnya.

"Situasi itu pengadaan juga serba darurat toh. Mungkin teman-teman juga tahu kan, serba mahal, misalnya harga masker yang mencapai Rp 500.000 dan lainnya," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/7/2021).

Pemkab PPU, kata dia, melelang pembelian bilik sterilisasi atau disinfektan 100 unit untuk orang atau manusia, dan empat unit untuk kendaraan dengan nilai Rp 2,7 miliar dan Rp 2 miliar.

Baca juga: Kasus Malaria di Kabupaten PPU Melonjak hingga 30 Persen

Harga satuan bilik sterilisasi untuk orang per unit Rp 27 juta, sementara bilik disinfektan kendaraan dibeli dengan harga per unit Rp 500 juta.

"Kebetulan saya minta tolong sama anak-anak Himpinan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Jakarta karena barang dia dipakai sama kementerian, DPR RI dipakai, Istana dipakai. Chamber-nya itu enggak sama dengan dibikin orang pakai air semprot itu. Ini dia pakai mesin," terang AGM.

AGM mengklaim, PPU saat itu termasuk membeli dengan harga murah.

Pasalnya, harga chamber yang dijual saat itu di daerah Jawa sekitar di atas Rp 30 juta per unit tanpa ongkos kirim (ongkir).

"Sementara kita beli harga Rp 27 juta per unit di luar ongkir," terang dia.

Bahkan, kata AGM, saat itu Pemkab PPU belum punya anggaran, sehingga ia meminta tolong agar diadakan terdahulu barang itu oleh penyedia barang.

"Kita enggak ada anggaran, teman-teman itu (kontraktor) mau membantu atas nama kemanusian. Karena ini teman juga, saya Bupati kan temannya dia. Saya minta tolong dong bro, mengadakan ini (chamber) seperti yang di kementerian tuh, tapi bukan berupa air tapi berupa asap," beber AGM.

Akhirnya, Pemkab PPU mendapat suplai barang itu. Sebanyak 100 bilik disinfektan disebar seluruh OPD dan pelayanan publik lainnya.

Sementara empat unit chamber kendaraan diparkir di depan Mapolres PPU, kini dipindahkan di pintu masuk Pelabuhan Feri Penajam, RSUD Ratu Aji Putri Bitung Penajam, Kecamatan Sepaku dan di Kecamatan Babulu sejak Juli 2020 silam.

Namun, hingga kini sudah lewat satu tahun bilik sterilisasi kendaraan itu belum difungsikan.

Anggota DPRD PPU mulai menyoroti. Beberapa di antaranya menyebut proyek tidak jelas.

Kontraktor Diminta Kembalikan Uang

Awal 2021 lalu, proyek pengadaan bilik disinfektan di PPU jadi temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim.

Hasil audit BPKP harga beli dinilai tak wajar, seperti ditulis Tribun Kaltim di PPU, awal Februari 2021 lalu.

Misalnya, harga bilik disinfektan kendaraan per unit, menurut BPKP harusnya berkisar Rp 200 juta. Artinya, harga empat unit mestinya Rp 800 juta.

Tapi harga beli Pemkab PPU empat unit Rp 2 miliar. Ada selisih Rp 1,2 miliar dari yang dibayarkan Pemkab PPU.

Sementara untuk harga satuan bilik disinfektan untuk orang atau manusia, menurut BPKP, harga wajar pengadaan 100 unit itu adalah Rp 2,212 miliar, bukan Rp 2,7 miliar, berarti ada selisih Rp 509 juta.

Selisih harga itu dianggap sebagai kelebihan bayar oleh Pemkab PPU kepada kontraktor, dan diminta mengembalikan uang itu ke kas negara.

Jika dikalkulasi sekitar Rp 1,7 miliar yang harus dikembalikan kontraktor.

"PA (Pengguna Anggaran) sudah memerintahkan PPTK untuk menginformasikan ke mereka (kontraktor), nah sekarang tinggal dari PPTK yang menagih kelebihan pembayaran kepada pelaksana kegiatan ini dan menyetorkan ke khas daerah," ungkap Kepala Dinas Kesehatan dr Jansje Grace Makisurat kepada pada awal Februari 2021 seperti dikutip Tribun Kaltim.

Sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab PPU dan kontraktor dipanggil BPKP klarifikasi temuan itu. AGM bilang ia tak pernah dipanggil dan diperiksa dalam kasus ini.

"Saya tidak pernah (dipanggil). Cuma pemanggilan dari si pengada (kontraktor) itu. Saya dengar dinas-dinas juga dipanggali penegak hukum, BPKP," beber AGM.

AGM mengaku prihatin dengan para kepala dinas, perawat, juga para pengusaha yang sudah bekerja maksimal membantu penanganan kasus di PPU, namun berbuntut hukum.

"Sampai-sampai saya dengar dia (kontraktor) jual rumah buat kembalikan dana itu. Itu sebenarnya yang saya perjuangkan. Tapi yang saya lebih perjuangan adalah payung saya, sebagai kepala daerah penanganan Covid-19," tegas AGM.

Sebut Tak Urus Covid-19

Temuan BPKP itu bergulir di masyarakat memunculkan berbagai asumsi.

Muncul gerakan demo dan pelaporan ke Kejati Kaltim atas kasus pengadaan bilik disinfektan oleh Pemkab PPU.

Selain itu, anggota DPRD PPU juga tak luput menyorot.

Dikutip dari Tribun Kaltim, Anggota Komisi II DPRD PPU, Sujiati, misalnya menyatakan, proyek pengadaan bilik disinfektan tidak bermanfaat.

Anggota dewan lain, Wakidi, Ketua Komisi II DPRD PPU, menyoroti harga beli mahal namun belum berfungsi.

AGM menduga proyek pengadaan chamber kini digoreng oleh lawan politik.

"Saya khawatir digoreng-goreng. Kita ini mau Pilkada 2024. Seakan-akan kita ini mau makan uang negara di atas penderitaan masyarakat. Saya jadi bupati ini gaji saya enggak ambil bos. Dari awal saya jabat, saya enggak ambil. Bahkan, di tahun pandemi, saya sumbangkan buat penanganan corona," tegas AGM.

Puncaknya, saat Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020, Selasa, (29/6/2021).

Dalam pandangan umum tiap fraksi, para legislator menyampaikan kritikan dalam penanganan Covid-19 di PPU.

Di saat itulah, AGM merasa kesal dan bilang tak mau lagi urus Covid-19.

"Saya kesal, kecewanya ketika pandangan umum fraksi. Saya kesal di paripurna itu loh, ada pandangan umum, masalah Covid-19," tegas dia.

AGM bilang sudah satu tahun berjalan, berbagai upaya dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19 di PPU. Dari langkah pencegahan, bantuan sosial, dan lainnya.

"Kita di awal 2020 kan kita sama-sama kerja. Bagikan sembako seluruh masyarakat. Gratis PCR buat anak sekolah, buat pendidik. Kalau itu jadi masalah, dikemudian hari kan bahayalah," tegas dia.

Meski telah setahun berjalan, sejak awal tahun lalu, bilik sterilisasi kendaraan belum berfungsi.

"Saya tanya ke dia (kontraktor) kenapa (bilik sterilisasi kendaraan) tidak jalan (tidak berfungsi). Dia jawab, itu karena diaudit sebelum pekerjaan itu selesai," terang AGM.

AGM mengirim rekaman pembicaraan kontraktor kepada kompas.com.

Dari rekaman itu, penyedia jasa menjelaskan, selisih harga itu karena ada beberapa item tak dihitung, misalnya cairan, genset dan lainnya. Kemudian, audit dilakukan sebelum pekerjaan bilik selesai.

Namun, ia mengaku tetap mengikuti aturan main BPKP dengan mengembalikan selisih dana.

"Coba bayangkan ongkos kirim waktu, mahal. Nah di situ lah, saya merasa kecewa lah. Saya ini pengusaha juga. Pengusaha muda yang kebetulan jadi bupati. Kasihan pengusaha lokal kalau dipermasalahkan," terang AGM.

Dilaporkan ke Kejati

Awal Juni 2021 lalu, sejumlah massa yang mengatasnamakan diri, Gabungan Mahasiswa Peduli Pembangunan Kaltim, menggelar demo depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati), Jalan Bung Tomo, Samarinda, Kaltim.

Mereka melapor dugaan korupsi proyek pengadaan bilik disinfektan oleh Pemkab PPU. Massa aksi menyerahkan sejumlah dokumen laporan berdasarkan temuan BPKP.

Kejati kaltim menerima laporan itu dan baru menyerahkan berkas laporan itu ke Kejari PPU untuk ditindaklanjuti.

Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri PPU Imam Hidayat, mengatakan telah terima dokumen laporan pengadaan bilik disinfektan dari Kejati Kaltim, Rabu (30/6/2021).

Selanjutnya, kata Imam, pihaknya membentuk tim dan mempelajari laporan tersebut.

"Selanjutnya kita bikin sprin. Dasar itu baru kita ambil langkah, pengumpulan data dan keterangan," terang Imam saat dihubungi Kompas.com terpisah.

Minta perlindungan hukum

AGM meminta harus ada payung hukum berupa Perpres yang mengatur penanganan pandemi Covid-19, termasuk soal pengadaan barang jasa dan lain-lainnya.

"Kalau payung hukum enggak jelas bro, siapa yang mau dalam jebakan. Payung hukum, kita butuh Kepres. Harga pengadaan barang yang dulu jangan samakan sekarang," kata dia.

Meski demikian, AGM mengaku tetap mengurus penanganan Covid-19.

"Penanganan Covid di PPU, saya tetap instrukan tetap jalan. Jaga keselamatan masyarakat kita," tegas dia.

Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan audit BPKP itu, prosedur standar pengawasan pengunaan anggaran daerah.

"Kalau tidak ada problem dengan lalu lintas pendanaan Covid-19, kenapa harus risih? Jadi sangat tidak pantas jika seorang kepala daerah menarik diri sebagai ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, hanya gara-gara temuan BPKP," terang pria dengan sapaan Castro, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com.

Menurut Castro, sikap yang ditunjukan Bupati PPU, tidak bertanggungjawab dan tidak pantas dipertontonkan oleh seorang kepala daerah.

"Mestinya, Bupati PPU dipanggil Menteri Dalam Negeri dan diberikan sanksi tegas karena abai terhadap tugasnya melindungi warganya," kata dia.

Dalam konteks politik, lanjut Castro, DPRD juga bisa menggunakan fungsi pengawasannya dengan menggunakan hak interpelasi atau hak angket, bahkan hak menyatakan pendapat yang memungkinkan pemakzulan terhadap Bupati.

"Sebab dia menyerah dan lari dari tanggungjawab memimpin penanganan Covid-19, itu sudah bisa dikualifikasikan pelanggaran serius," terang Castro.

Castro berpendapat, seorang Kepala Daerah menyerah dan menyatakan mundur menangani Covid-19, bermakna dua hal.

Pertama, kepala daerah yang bersangkutan gagal melindungi warganya, Kedua, hal ini bisa dimaknai sebagai pembangkangan hukum yang dilakukan oleh kepala daerah terhadap atasannya, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Regional
Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Regional
Usai Kecelakaan Maut Subang, Tim Gabungan Cek Kelayakan Bus Pariwisata di Banyumas

Usai Kecelakaan Maut Subang, Tim Gabungan Cek Kelayakan Bus Pariwisata di Banyumas

Regional
Soal 'Study Tour', Gibran: Jangan Dihilangkan

Soal "Study Tour", Gibran: Jangan Dihilangkan

Regional
Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta, Gibran Bakal Salurankan Bantuan Meski Tak ber-KTP Solo

Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta, Gibran Bakal Salurankan Bantuan Meski Tak ber-KTP Solo

Regional
Usai dari Lebak, 1.500 Warga Baduy Lanjutkan Perjalanan  Bertemu Pj Gubernur Banten

Usai dari Lebak, 1.500 Warga Baduy Lanjutkan Perjalanan Bertemu Pj Gubernur Banten

Regional
Kasus Penyerangan di Montong Lombok Barat, 2 Orang Ditetapkan Tersangka

Kasus Penyerangan di Montong Lombok Barat, 2 Orang Ditetapkan Tersangka

Regional
Siswi SMA Diperkosa Ayah Tiri dan Kakek, Pelaku Ancam Bunuh Ibu Korban

Siswi SMA Diperkosa Ayah Tiri dan Kakek, Pelaku Ancam Bunuh Ibu Korban

Regional
Isi Ratusan Liter BBM Subsidi di Kapal, 2 Warga Labuan Bajo Ditangkap

Isi Ratusan Liter BBM Subsidi di Kapal, 2 Warga Labuan Bajo Ditangkap

Regional
Sakit, 7 Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Ditunda Berangkat ke Tanah Suci

Sakit, 7 Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Ditunda Berangkat ke Tanah Suci

Regional
Tabungan Rp 5 Juta Terbakar, Penjual Angkringan di Solo: Padahal buat Mengembangkan Usaha

Tabungan Rp 5 Juta Terbakar, Penjual Angkringan di Solo: Padahal buat Mengembangkan Usaha

Regional
2 Penambang Timah Rakyat Ilegal di Babel Tertimbun Lumpur, 1 Tewas Tenggelam

2 Penambang Timah Rakyat Ilegal di Babel Tertimbun Lumpur, 1 Tewas Tenggelam

Regional
Kasus Oknum Polisi Diduga Aniaya Warga Aceh Utara hingga Tewas Berakhir Damai

Kasus Oknum Polisi Diduga Aniaya Warga Aceh Utara hingga Tewas Berakhir Damai

Regional
Tak Gubris Ajakan Salaman, Pelajar di Semarang Disetrika Kakak Kelasnya

Tak Gubris Ajakan Salaman, Pelajar di Semarang Disetrika Kakak Kelasnya

Regional
Terdampak Banjir, Aliran Listrik ke 1.890 Pelanggan PLN Padam

Terdampak Banjir, Aliran Listrik ke 1.890 Pelanggan PLN Padam

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com