Namun, mereka membutuhkan modal untuk meningkatkan produksi.
Manajer Komunikasi KKI Warsi, Sukma Reni, menuturkan, orang rimba yang tinggal di dalam hutan mempunyai kehidupan ekonomi cukup, bahkan boleh dibilang kaya dalam artian terpenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Pengertian kaya di orang rimba jauh berbeda dengan kaya untuk orang luar.
Bagi orang rimba, kaya itu dengan terpenuhinya kebutuhan mereka, tersedia bahan pangan, dan jika membutuhkan bisa mengambilnya dengan mudah.
Dengan semakin menyempitnya hutan, orang rimba menjadi terpinggirkan.
Mereka terpaksa hidup "menumpang" dalam perkebunan sawit maupun hutan tanaman industri (HTI).
“Mereka tidak punya sumber daya yang bisa diakses dengan bebas. kebutuhan mereka tidak tersedia. ini yang paling memprihatinkan,” kata Reni.
Atas kesulitan orang rimba, Warsi melakukan advokasi dan pendampingan agar bisa hidup sesuai dengan adat budaya dan keinginan mereka atas masa depan.
Bagi mereka yang menetap di hutan, diberikan penguatan pengembangan ekonomi.
Contohnya pelatihan kecakapan hidup seperti produksi kerajinan tangan, sablon baju, dan budidaya jernang.
Reni mencontohkan Kelompok Gentar di Sako Nini Tuo, Desa Sungai Jernih Kecamatan, Muara Tabir Tebo, Kabupaten Teb, yang hidup dengan adat dan budaya mereka.
Gentar juga mulai melakukan budidaya jernang di dalam kawasan hutan TNBD.
Pendidikan yang dilakukan Warsi adalah pendidikan alternatif untuk membebaskan orang rimba dari buta aksara sehingga mereka bebas dari perlakuan tidak adil.
Kalau untuk pendidikan yang berjenjang karier, Warsi menjembatani orang rimba untuk sekolah formal.
Apakah ada orang rimba yang berhasil dengan sekolahnya sehingga bisa bekerja di instansi pemerintah? Jawabannya ada. Contohnya Budi yang jadi anggota TNI, lalu ada Besudut yang bekerja di kantor Kecamatan Tabir.
Orang rimba juga telah membentuk kelompok usaha rumahan, berupa kerajinan tangan dengan produk sebalik sumpah, tikar dari pelepah sawit, ambung dari rotan, dan kaus hasil sablon mereka sendiri.
Meskipun sudah membentuk kelompok UMKM, orang rimba belum mendapat kucuran dana hibah yang dijanjikan pemerintah.
Dari 12 juta penerima dari UMKM yang tidak memenuhi persyaratan bank atau bankable, kelompok orang rimba tidak termasuk di dalamnya.
“Kami berharap ada bantuan dari pemerintah kepada UMKM rintisan di kalangan orang rimba,” terang Reni.
Sebaran orang rimba terbagi dalam dua lokasi, yakni orang rimba yang hidup di dalam kawasan hutan TNBD, lalu mereka yang tinggal dalam konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit.
Populasi orang rimba menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010 berjumlah 3.250 jiwa.
Namun berdasarkan survei KKI Warsi pada 2015 lalu, jumlahnya 4.065 jiwa.
Populasi orang rimba lebih dari 60 persen berada di wilayah konsesi HTI dan HGU perkebunan sawit yaitu 2.199 jiwa, kemudian di dalam kawasan TNBD sebesar 1.866 jiwa.
“orang rimba yang di luar hutan tidak memiliki persediaan pangan lokal seperti gadung, benor, dan ubi. Tetapi makan mi, beras, dan roti. Ini yang membuat mereka kelaparan apabila tidak memiliki penghasilan. Mereka sangat bergantung pada uang,” kata Reni.
Pada awal 2015 lalu, ada 11 orang rimba yang mati karena kelaparan. Sebab mereka tinggal di perkebunan perusahaan.