KOMPAS.com - Kasus pencabulan yang menimpa lima siswa sekolah dasar (SD) di Tegal, Jawa Tengah, menjadi sorotan.
Polisi dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan orangtua untuk tak lelah mengawasi anak saat menggunakan gawai.
Menurut Kapolres Tegal Kota AKBP Rita Wulandari, ada beberapa cara yang bisa dilakukan para orangtua untuk mencegah anak tidak menjadi pelaku atau korban tindakan pencabulan.
Baca juga: Kisah di Balik Secarik Surat Bocah SD Minta Jambu Mawar ke Tetangga
"Kemudian amankan bukti berupa foto/video atau percakapan apabila ada orang asing mengirimkan konten negatif ke handphone anak," kata Rita.
"Selanjutnya menggunakan password, filter gawai serta privat akun medsosnya, dan berikan edukasi etika media sosial. Dan berani melapor ke patroli siber atau datang ke SPKT kantor polisi terdekat apabila merasa terancam," kata Rita.
Baca juga: Kami Antre Tiga jam, Itu Bisa Dapat Lima Orderan, Sekarang Hanya Satu
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga pelajar SMP dan SD di Kota Tegal, diduga melakukan pencabulan kepada lima teman bermainnya sesama jenis.
Dari hasil pemeriksaan, perbuatan cabul tersebut dipicu lantaran ketiga pelaku sering melihat konten dewasa sesama jenis melalui telepon pintarnya.
"Motifnya memenuhi hasrat seksual akibat pelaku melihat konten dewasa sesama jenis melalui ponsel yang dilakukan di sela-sela tanpa pengawasan orangtua," kata Rita, saat konferensi pers di kantornya, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: 3 Pelajar di Tegal Cabuli Lima Bocah Sesama Jenis, Pemicunya Sering Melihat Konten Dewasa
Kasus itu terungkap setelah sejumlah warga melaporkan ketiga pelaku berinisial D (14), Z (14), dan R (12), ke kantor polisi.
Untuk korban diketahui berinisial A (8), A (7), R (10), R (7), dan W (10) masih SD.
Atas perbuatan itu, para pelaku dijerat Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76 E Undang-undang (UU) RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU.
Namun, dalam perkara tersebut, penyidik kepolisian mengimplementasikan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Di mana pelaku tidak dapat dilakukan sidang diversi di tingkat penyidikan karena ancaman hukuman di atas tujuh tahun dan usia pelaku di atas 12 tahun," kata Rita.
(Penulis: Kontributor Tegal, Tresno Setiadi | Editor: Dony Aprian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.