Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Tambahan Pasal Pencabulan dan Pembunuhan Anak bagi Mertua yang Bunuh Menantu

Kompas.com - 03/11/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEORANG mertua bernama Khoiri tega membunuh menantunya, FA, di Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (31/10) lalu.

Ironisnya, saat dibunuh, FA sedang mengandung cucu pelaku dengan usia kehamilan 7 bulan. Khoiri kemudian ditangkap dan ditahan aparat Polres Pasuruan.

Pada perkembangannya, berdasarkan rilis dari Polres Pasuruan yang disampaikan Wakapolres Kompol Hari Aziz, latar belakang Khoiri melakukan pembunuhan adalah tersangka berupaya memperkosa korban, namun korban melawan.

Baca juga: Mertua Bunuh Menantu yang Hamil 7 Bulan karena Berteriak Saat Hendak Diperkosa

Dalam kesempatan sama, Wakapolres Pasuruan menyampaikan bahwa penyidik mengenakan pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan pasal 44 ayat 3 UU KDRT tentang kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan kematian kepada pelaku.

Pengenaan pasal KDRT bisa dibilang cukup positif karena pelaku dan korban tinggal serumah dan ada hubungan anak melalui hubungan perkawinan (anak mantu).

Adanya petunjuk ini tentunya bisa memperluas pasal yang bisa dikenakan penyidik kepada tersangka.

Apalagi ada pengakuan tersangka dalam wawancara televisi bahwa pelaku sempat menciumi korban. Penyidik juga bisa mengenakan pasal pencabulan atau pasal 289 KUHP.

Lamanya hukuman pasal ini memang lebih rendah dari pasal yang sudah dikenakan penyidik yang keduanya sama-sama memiliki hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pasal pencabulan memiliki hukuman maksimal hanya 8 tahun.

Namun adanya pengenaan pasal pencabulan akan mempersulit posisi pelaku di dalam penjara. Jika melihat beberapa literasi tentang kehidupan dalam penjara di Indonesia, ada “perlakuan khusus” terhadap tahanan maupun narapidana kasus asusila, termasuk di antaranya kasus pencabulan.

Dalam buku Abal-Abal (1994), Arswendo Atmowiloto mengungkap bahwa tahanan atau narapidana mendapatkan perlakuan berbeda-beda berdasarkan pasal yang dikenakan kepadanya.

Orang yang masuk penjara karena kasus asusila biasanya akan disiksa lebih parah pada masa pengenalan lingkungan lapas ketimbang kasus lain.

Meski korban sudah meninggal, namun Polisi bisa mengambil pengakuan tersangka bahwa dirinya sempat mencium korban sebagai pintu masuk mencari unsur pencabulan.

Apalagi posisi korban saat ditemukan suaminya berada di dalam kamar. Keterangan saksi, yakni suami korban dan tetangga yang pertama menolong korban perlu digali mendalam.

Selain pasal pencabulan, polisi bisa juga memperluas sangkaan dengan menggunakan pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan anak tentang kekerasan anak yang menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan korban sedang hamil.

Dalam UU Perlindungan Anak yang didefinisikan sebagai anak adalah “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” (pasal 1 ayat 1 UU Perlindungan Anak).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com