Polisi perlu memperkuat sangkaan pasal ini dengan meminta keterangan dokter yang melakukan otopsi luar jenazah korban.
Bukti lain, berkas-berkas medis terkait kehamilan korban, semisal, buku panduan ibu hamil dari puskesmas, ringkasan medis korban dari bidan atau dokter kandungan, atau keterangan dokter atau bidan yang selama ini memeriksa kehamilan korban.
Keterangan mereka tentunya memperkuat fakta kehamilan korban dan terpenuhinya unsur kekerasan terhadap anak yang dilakukan pelaku.
Apalagi pelaku dan korban tinggal serumah. Tersangka pasti mengetahui bahwa korban sedang hamil.
Jika penyidik berani menggunakan unsur KDRT dalam peristiwa ini, maka saya yakin penyidik juga berani menggunakan UU Perlindungan Anak terhadap tersangka.
Sama seperti pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 44 ayat 3 tentang KDRT, pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan anak pun hukuman maksimalnya 15 tahun.
Sistem hukum di Indonesia memang tidak mengenal hukuman kumulatif atas pengenaan pasal berlapis, melainkan hukuman maksimal dari masing-masing pasal yang terbukti dilanggar pelaku.
Namun dengan adanya beberapa pasal yang dikenakan tentunya menjadi bahan pertimbangan hakim untuk menghukum pelaku dengan vonis maksimal. Bisa pula menjadi bahan pemberat bagi putusan hakim terhadap pelaku.
Untuk itu perlu adanya kemauan penyidik menambah informasi saksi dan ahli agar unsur-unsur atas pasal pencabulan dan perlindungan anak bisa terpenuhi.
Keteterangan para ahli akan memperkuat bukti fisik maupun keterangan saksi yang sudah didapat penyidik.
Adanya penyidikan yang lebih luas tentunya menciptakan rasa keadilan di masyarakat, terutama para korban. Kepada penyidiklah harapan itu digantungkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.